Spirit Islam Dalam Perlawanan Umat Tatar Sunda Terhadap Penjajah (Lanjutan)
Selain kedua pengaruh tersebut, terdapat perlawanan pemikiran terhadap upaya pemisahan diri dari Khilafah Utsmaniyah yang dilakukan oleh gerakan Syaikh Muhammad ibn Abdul Wahhab dan Amir Muhammad ibn Saud. Para Ulama Khilafah Utsmaniyah menyebut gerakan tersebut sebagai Khawarij. Ini menunjukkan masalah utama mereka adalah pemberontakan. Ini secara nyata dilakukan saat melakukan baiat atas kekuasaan. Padahal Khalifah sudah ada. Mereka menyerang Hijaz, Irak dan Syam yang secara jelas merupakan wilayah yang diurus oleh Khilafah Utsmaniyah.
Di antara ulama rujukan Ashabul Jawiyyah dalam isu wahabiyah ini ialah Sayyid Ahmad ibn Zaini Dahlan al-Hasani asy-Syafii, yang merupakan sanad utama bagi Ulama Jawiyyah, termasuk dari Tatar Sunda, terutama melalui penukilan kitab Ad-Durar as-Saniyyah fi ar-Radd ‘ala al-Wahhabiyyah. Beliau secara tegas tidak memasukan wahabiyah-su’udiyah sebagai pemimpin legal al-Haramain. Itu dinyatakan dalam Khulâshah al-Kalâm fî Bayân Umarâ` al-Balad al-Harâm.
Bahkan diduga kuat melalui jalur ini, karya-karya Mufti Syam, Sayyid Husain Afandi al-Jasr ath-Tharablusi sampai ke Nusantara, termasuk Tatar Sunda, yakni al-Hushûn al-Hamîdiyyah dan Risâlah al-Hamîdiyyah, yang erat kaitannya dengan Khalifah Abdul Hamid II ibn Abdul Majid.
Perlu diketahui pula bahwa para ulama tersebut dikenal sebagai pembela utama Khilafah Utsmaniyah, terutama pada masa Khalifah Abdul Hamid II. Ini terlihat, misalnya, dalam Al-Ahâdits al-Arba’în fî Wujûb Thâ’ah Amîr al-Mu‘minîn karya Syaikh Yusuf an-Nabhani, Al-Futûhât al-Islâmiyyah karya Sayyid Ibn Zaini Dahlan dan Al-Hushûn al-Hamîdiyyah karya Sayyid Husain Afandi, yang merupakan masa belajarnya KH Ahmad Bakri Sempur di Makkah. Ia satu angkatan dengan KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan. Ketiga ulama tersebut dijadikan rujukan utama dalam karya-karya KH Ahmad Bakri Sempur dengan menukil langsung dari kitab-kitabnya, semisal Syawâhid al-Haq, Ar-Râ‘iyyah ash-Shughrâ, Ad-Durar as-Saniyyah dan Risâlah al-Hamîdiyyah. Bahkan beliau menetapkan:
كود فاكه يكل اكام كومها علماء-علماء جمهور تكسن انو كلدي سفرت سيد دحلان سيد عثمان شيخ يوسف نبهاني اتوا ليا
Kudu pageuh nyekel agama sakumaha ulama-ulama jumhur, tegesna nu garede, saperti Sayyid Dahlan, Sayyid Utsman, Syaikh Yusuf Nabhani atawa liyanna (Harus kuat memegang agama sebagaimana ulama-ulama jumhur, yakni para ulama besar seperti Sayyid Dahlan, Sayyid Utsman, Syaikh Yusuf Nabhani atau yang lainnya).1
Syaikh Yusuf an-Nabhani sebagai salah satu rujukan Ulama Syafiiyah pada masanya, dalam karyanya, Al-Ahâdîts al-Arba’în fî Wujûb Thâ’ah Amîr al-Mu‘minîn, menegaskan adanya persamaan makna antara Imam, Khalifah dan Amirul Mukminin, bahkan dengan Ulil Amri, sebagai berikut:
Amma Ba’du. Ini adalah 40 (empat puluh) hadis terkait kewajiban taat kepada Amirul Mukminin yang sebagian besarnya sahih dan hasan…Saya membukanya dengan ayat-ayat yang mulia (yang artinya, red): Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kalian kepada Allah, taatilah kepada Rasul dan ulil amri di antara kalian. Imam an-Nawawi dalam Syarh Muslim berkata: Para ulama berpendapat bahwa ‘yang dimaksud dengan Ulil Amri ialah orang yang Allah wajibkan ketaatan kepada dirinya dari kalangan para Wali dan para Amir. Pendapat ini merupakan pendapat jumhur as-Salaf dan al-Khalaf di kalangan mufassirîn, fuqaha, dan yang lainnya…Imam dalam berbagai hadis ialah Khalifah.2
Syaikh Yusuf an-Nabhani menjelaskan bahwa yang dimaksud Amirul Mukminin dalam karya beliau ialah Khalifah al-Ghazi Abdul Hamid ats-Tsani Khan, sebagai berikut:
Amma Ba’du. Setelah saya mengumpulkan (empat puluh) hadis terkait kewajiban taat kepada Amirul Mukminin maka saya menyertakan risalah singkat lagi unggul dan makalah mulia nan jujur ini yang saya beri nama Khulâshah al-Bayân fi Ba’dhi Ma‘âtsir Mawlanâ ash-Shulthân ‘Abdil Hamîd ats-Tsânî wa Ajdâdihi آli Utsmân. Saya menghimpun di dalamnya penjelasan mengenai keutamaan keluarga Utsman para Sultan Islam dan kaum Muslim, penjaga dunia dan agama. Saya mengkhususkan di antara mereka, Sang Pewaris kekuasan, peniti jalan, mujaddid bagi Daulah ‘Aliyyah, ‘Negara yang Agung’, dan penjaga kekuasannya yang kuat, Khalifah Allah di bumi-Nya, Naa‘ib, ‘Pengganti’, Rasulullah atas Umatnya, Hadhrah Sayyidina wa Maulana Sultan yang Agung Amirul Mukminin Sultan al-Ghazi Abdul Hamid ibn Sultan al-Ghazi Abdul Majid Sultan al-Ghazi Mahmud. Semoga Allah memanjangkan umurnya, melanggengkan kemuliaannya, melemahkan musuh-musuhnya, melipat-gandakan pertolongannya dan menetapkan kedudukannya bagi Millah Islâmiyyah, bentengnya yang terjaga dan bagi Daulah ‘Aliyyah pilar yang kuat. Aamîn…Ketahuilah bahwa Sultan yang Agung keadaannya ini merupakan Penguasa yang Satu bagi Ahli Tauhid. Karena itu wajib bagi siapapun yang mengimani Allah dan Rasul-Nya agar menolong orang yang Dia tolong dan memusuhi orang yang Dia musuhi karena beberapa sebab. Pertama: Statusnya sebagai Amirul Mukminin, Penjaga agama yang benar, Pelayan Makkah Haram Allah dan Madinah Haram Sayyidul Mursalin serta kesempurnaan dari kesungguhannya dalam (mengurus) kemashlahatan negara dan millah (agama) .3
Secara faktual kitab dan ulama dalam Sanad Ulama Jawi – al-Haramain – al-Azhar, semisal At-Taqrîb karya Imam al-Qadhi Abu Syuja’ dan Sullam at-Tawfîq karya Habib Abdullah ibn al-Husain Ba’alawi, senantiasa diajarkan dan disampaikan di berbagai majelis dan pesantren, bahkan hingga saat ini. Kedua kitab tersebut menjelaskan syariah Islam secara kâffah. Bahkan Tijân ad-Durari syarh atas Risâlah-nya Syaikh Ibrahim al-Bajuri, Kâsyifah as-Sajâ karya Syaikh Nawawi al-Bantani syarh atas Safînah an-Najâ-nya Syaikh Salim ibn Sumair al-Hadhrami, dan Syarh Ta’lîm al-Muta’allim-nya Imam az-Zarnuji karya Syaikh Ibrahim ibn Isma’il menjelaskan seputar Imam/Khalifah. [Abdurrahman Al-Khaddami dan Wirahadi Geusan Ulin ; (Tim Penulis Naskah Film Jejak Khilafah di Tatar Sunda)]
Catatan kaki:
1 Ahmad as-Samfuri, Idhâh al-Karâthaniyyah, hlm. 42
2 Yusuf an-Nabhani, al-Ahâdîts al-Arba’în fî Wujûb Thâ’ah Amîr al-Mu‘minîn, hlm. 2 - 3
3 Yusuf an-Nabhani, al-Ahâdîts al-Arba’în fî Wujûb Thâ’ah Amîr al-Mu‘minîn, hlm. 16 - 18
0 Comments