Tegaknya Khilafah: Harapan Di Tengah Wabah
Setiap saat dunia menghadapi penderitaan yang berat mulai dari kezaliman para rezim diktator, krisis ekonomi global, neoimperialisme barat dan timur, bencana alam tahunan, gelombang panas, banjir, gempa bumi dan musim dingin yang keras, serta bencana tahun ini berupa pandemi global Corona (Covid-19).
Pandemi global Covid-19 menyebar cepat menjangkau 210 negara dan 2 kapal internasional terinfeksi Corona, yakni Diamond Princess dan MS Zandam. Tercatat kasus pasien Covid-19 seluruh dunia sekitar 2.250.119 orang dinyatakan terinfeksi, 154,241 di antaranya dinyatakan meninggal dunia dan 571,577 sembuh. Amerika Serikat masih mencatatkan kasus terbanyak di dunia sekitar 709,735 kasus pada 17/4/2020.
Pandemi global ini menyingkap watak ideologi Kapitalisme yang dibangun di atas kredo sekular yang terkonfirmasi dari kegagalan negara-negara kapitalis dalam mengatasi pandemi Corona virus. Hari ini para politisi, ekonom dan ideolog di berbagai media digambarkan sedang mencari solusi yang kredibel tanpa mengubah kerusakan sistem Kapitalisme dalam menjaga jiwa dan harta masyarakat.
Kapitalisme selama ini dipahami oleh sebagian masyarakat hanya berbicara tentang melayani kaum elit yang kaya dan berkuasa. Rakyat jelata lainnya dapat sepenuhnya dihabiskan untuk melayani kepentingan istimewa mereka.
Wabah virus hari ini tidak membedakan antara kaya dan miskin. Masyarakat butuh layanan kesehatan selalu tersedia dengan baik. Namun, dalam peradaban kapitalisme terungkap semacam ‘kemalasan’ negara untuk menjaga industri farmasi agar aktif mengembangkan penelitian untuk menghasilkan obat dan vaksin. Ini sesuatu yang tidak mau mereka lakukan karena jumlahnya ‘labanya’, menurut mereka, sangat kecil dan tidak sepadan dengan investasi. Ini menunjukkan kebangkrutan moral perilaku kapitalisme yang kosong akan kerangka etika dan sosial.
Dunia Mencari Solusi
Para ideolog sekular putus asa dengan cara menambal lapisan busuk sistem ini. Tujuannya agar orang-orang di dunia tidak menolak kapitalisme secara massal. Namun, tampaknya masyarakat telah menemukan kambing hitam atas kegagalan ini, yaitu pada sistem Kapitalisme dan rezim kapitalistik.
Rezim sekular tidak memiliki visi jangka panjang untuk membangun politik, ekonomi, infrastruktur, serta sistem kesehatan untuk menanggulangi banjir, seperti saluran terpisah untuk pembuangan kotoran dan air wabah, untuk menyelamatkan banyak orang. Mereka malah membuat banyak kebijakan jangka pendek yang tidak tepat sasaran. Rezim kapitalis ini tidak akan membuat langkah-langkah besar. Satu-satunya fokusnya adalah melaksanakan agenda kolonialis di dalam negeri. Mereka sepenuhnya terlibat dalam menerapkan perintah IMF maupun lembaga-lembaga utang imperialis yang mencekik rakyat untuk mencegah umat muncul sebagai kekuatan politik dan ekonomi yang kuat. Visi pembebasan rakyat dari penderitaan bahkan tidak ada dalam visi rezim pengekor.
Seiring dengan ancaman krisis keuangan global di tengah pandemi, demokrasi di barat dan timur berada pada goncangan kematian, dengan mengambil napas terakhir. Jelas tidak ada gunanya memperpanjang penderitaan umat dengan melibatkan perhatian kita pada lebih banyak drama yang dibuat. Itulah alasannya mengapa rakyat tidak memiliki hubungan dengan sistem ini lagi. Mereka tidak peduli siapakah yang datang dan siapa yang pergi sebagai penguasa.
Bagi banyak umat Islam, saat yang tepat bagi seluruh dunia Muslim sekarang adalah Khilafah. Ghirah umat makin kuat. Dari Tunisia hingga Indonesia. Dari Suriah hingga Bangladesh. Rakyat menuntut Khilafah. Pada titik inilah saat yang tepat bagi para pemegang kunci-kunci kekuatan yang tulus untuk terlibat dalam pekerjaan yang serius ini dengan memberikan nushrah bagi para pejuangnya untuk merealisiasi keinginan umat secara praktis.
Dunia Terus Berubah, Kemana?
Perubahan serta guncangan politik dan ekonomi menjadikan konstelasi dunia terus bergeser. Globalisasi yang ditandai dengan adanya saling ketergantungan antarnegara mengakibatkan dampak guncangan itu tak terbendung. Menjalar ke semua negara.
Secara global, dunia masih dikuasai oleh adidaya Amerika Serikat. Di belakang AS ada negara-negara Eropa seperti Inggris dan Prancis. Memamng, secara politik internasional Eropa terlihat mendukung setiap kebijakan AS. Namun, secara internal mereka memiliki kepentingan sendiri. Di luar itu ada kekuatan baru: Rusia dan Cina. Rusia mulai mengambil peran—kendati kecil—mengembalikan pengaruhnya pasca Uni Sovyet runtuh. Adapun Cina ingin tampil sebagai adidaya baru, khususnya di bidang ekonomi.
Namun, dalam lima tahun terakhir, kekuatan Barat mulai mengendur. Ini ditandai dengan berbagai krisis yang melanda beberapa kawasan. Di tempat tersebut, negara-negara besar tak lagi memiliki taring untuk menyesaikan persoalan sesuai dengan skenarionya. Geliat kontra intervensi menandai kian lemahnya pengaruh kekuatan Barat tersebut.
Satu fenomena menarik yang mewarnai perjuangan rakyat di Dunia Islam adalah semangat Islam. Rakyat menginginkan Islam. Mereka menggunakan visi Islam. Mereka mengangkat simbol-simbol Islam. Mereka menginginkan Islam. Mereka pun menyadari bahwa upaya mereka juga menghadapi kendala dari negara kafir Barat berupa pembelokan ke arah yang diinginkan Barat. Kaum Muslim yang hidup di kawasan yang menghasilkan 70 persen kekayaan alam dunia hidup tidak sejahtera dan dilingkupi keserakahan dunia Barat. Belum lagi sebagian dari mereka harus berhadapan langsung dengan moncong senjata Barat tanpa ada yang membantunya.
Alhasil, kebangkitan Dunia Islam adalah mutlak. Pada masa lalu kemunduran Islam itu diakibatkan oleh sikap kaum Muslim meninggalkan ajaran Islam. Kini kesadaran baru kaum Muslim untuk memegang erat Islam menjadi katalisator kebangkitan Islam.
Penulis Amerika, Profesor Noah Feldman dari Harvard, menyatakan bahwa kemunduran syariah Islam pada masa lalu akan diikuti dengan kebangkitan syariah Islam, suatu proses yang berakhir pada terbentuknya Khilafah Islam. Dalam bukunya yang terbit pada tahun 2008 berjudul, Kejatuhan dan Kebangkitan Negara Islam, ia menuturkan, beberapa kondisi tertentu diperlukan untuk memenuhi proses kebangkitan. Negara Islam akan menerapkan keadilan bagi umat. Namun, negara tersebut tidak bisa dibangun dengan menerapkan sistem lama; harus mengenalkan sistem yang baru.
Khilafah: Ancaman Bagi Barat
Khilafah oleh Barat dianggap sebagai suatu ancaman yang menakutkan. Sebab, ketika tegak, Khilafah akan menghentikan hegemoni Kapitalisme Barat atas dunia. Ini akan mengganggu kepentingan mereka, khususnya dalam masalah politik dan ekonomi.
Ketika Kekhilafahan Turki Utsmani dibubarkan pada 3 Maret 1924 oleh Mustafa Kemal Attaturk, 14 tahun kemudian atau tepatnya pada tahun 1938, Duta Besar Amerika Joseph Clark berdiri dengan Mustafa Kemal dan menyatakan, “Nama Mustafa Kemal akan selamanya dikaitkan dengan pembangunan, pendiri Turki, negara Turki baru yang modern, dan selamanya akan tertulis tanpa terhapuskan dalam perjalanan sejarah.”
Hal itu dilakukan agar negara Turki tetap berpegang pada sistem demokrasi-sekular. Tidak berubah kembali menjadi negara yang menganut sistem pemerintahan Islam, yakni Khilafah. Ketakutan Barat tersebut dibuktikan dengan terus membuat opini buruk tentang Khilafah secara berulang. Sebut saja sewaktu George Walker Bush masih menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat yang berkuasa dari Januari 2001 hingga Januari 2009. Sebagaimana transkrip pernyataan Bush yang dilansir oleh situs Washingtonpost.com pada 5 September 2006, dikatakan, “This caliphate would be a totalitarian Islamic empire encompassing all current and former Muslim lands, stretching from Europe to North Africa, the Middle East and Southeast Asia (Khilafah ini akan menjadi Imperium Islam totaliter yang meliputi semua negeri-negeri Muslim saat ini dan yang dulunya adalah negeri-negeri Muslim, yang membentang dari Eropa hingga Afrika Utara, dari Timur Tengah hingga Asia Tenggara).”
Henry Kissinger, Asisten Presiden AS untuk urusan Keamanan Nasional 1969-1975, dalam sebuah wawancara November 2004, mengungkapkan pandangannya dengan menyatakan, “…What we call terrorism in the United States, but which is really the uprising of radical Islam against the secular world, and against the democratic world, on behalf of re-establishing a sort of Caliphate (…Apa yang kita sebut sebagai terorisme di Amerika Serikat, tetapi sebenarnya adalah pemberontakan Islam radikal terhadap dunia sekular, dan terhadap dunia yang demokratis, atas nama pendirian semacam Kekhalifahan).”
Presiden Rusia, Vladimir Putin, pada bulan November tahun 2002, saat dilakukan News Conference pada Pertemuan Tingkat Tinggi ke 10 antara Rusia-Uni Eropa (The 10th Russia-European Union Summit) di Brussels, menyatakan, “By the way, I would like you to note that the creation of a caliphate on the territory of the Russian Federation is only the first part of their plan. Actually, if you follow the developments in that sphere, you ought to know that the radicals have much more ambitious goals. They speak about creating a world caliphate.”
Tony Blair, saat menjabat sebagai Perdana Menteri Inggris, pada pidato di depan Konperensi Partai Buruh, menyatakan, “What we are confronting here is an evil ideology…. They demand the elimination of Israel; the withdrawal of all Westerners from Muslim countries, irrespective of the wishes of people and government; the establishment of effectively Taleban states and Sharia law in the Arab world en route to one caliphate of all Muslim nations (Apa yang sedang kita lawan adalah ideologi setan…Mereka menuntut penghancuran Israel, penarikan mundur semua orang Barat dari negara-negara Islam, dengan mengabaikan kemauan rakyat dan pemerintah-nya, pendirian negara-negara semacam Taliban dan hukum syariah di dunia Arab dan berujung yang sama pada Kekhalifahan untuk semua negara-negara Muslim).”
Khilafah: Keniscayaan Sejarah
Ideologi Kapitalisme-liberalisme sudah makin jelas kerapuhannya dan tampak goyah. Amerika dan Eropa sebagai pengemban utamanya tampak kelimpungan dihantam krisis ekonomi, yang justru dipicu oleh ideologi yang mereka ciptakan sendiri. Barat yang dulu tampak gagah dan adikuasa dengan Kapitalisme-liberalismenya kini mulai kelihatan lemah.
Di belahan bumi lain, di Dunia Islam, khususnya di Timur Tengah, umat Islam justru menggeliat bangkit. Sebagian memang dipicu oleh kekecewaan dan ketidakpuasan yang amat memuncak terhadap rezim sekular. Namun, sebagian lagi benar-benar dipacu oleh faktor akidah dan kesadaran untuk kembali pada Islam yang kaffah. Bahkan sebagian mereka menghendaki secara tegas penegakan kembali institusi pemerintahan Islam global, yakni Khilafah. Khilafah diyakini sebagai satu-satunya institusi pemerintahan global yang bakal mampu membawa dunia ke arah kemakmuran, kesejahtreraan, keadilan, keamanan dan kedamaian, serta tentu keberkahan di berbagai lini kehidupan.
Kaum Muslim sudah mulai menyadari bahwa ketiadaan kehidupan islami yang di dalamnya diterapkan syariah Islam oleh negara adalah sebuah kesalahan. Keruntuhan Daulah Khilafah Islam pada 1924 sesungguhnya merupakan umm al-jara’im (induk kejahatan). Ketiadaan Khilafah Islam adalah pangkal dari segala malapetaka, kerusakan dan problem yang menimpa umat Islam di seluruh dunia. Mereka pun mulai sadar bahwa ada kewajiban dari Allah SWT untuk berhukum pada hukum-hukum Allah secara kaffah. Itu tidak akan mungkin tanpa institusi Islam yang menerapkannya secara global, yakni Khilafah.
Alhasil, perubahan menuju Khilafah adalah sebuah keniscayaan. Inilah yang harus dikawal oleh seluruh kaum Muslim hingga Kekhilafahan itu tegak. Karena itu tuntutan umat di dunia yang menghendaki kembalinya Khilafah adalah sebuah keniscayaan. Selain karena memang merupakan tuntutan syariah, penegakkan kembali Khilafah juga merupakan tuntutan realitas. [Umar Syarifudin (Pengamat Politik Internasional)]
0 Comments