Haram Negara Mengalihkan Kepemilikan Individu Menjadi Milik Umum (Telaah Kitab Pasal 139 Muqaddimah al-Dustur)
Penguasaan dan kepemilikan seseorang terhadap harta termasuk perkara yang wajib dilindungi. Tak seorang pun boleh melanggar atau merampas orang lain. Pasalnya, harta termasuk privasi yang wajib dihormati, sebagaimana darah dan kehormatan. Untuk itu, Islam telah menurunkan sejumlah aturan yang ditujukan untuk melindungi harta milik seseorang. Dengan aturan ini, pemilik harta terlindungi dari semua pihak yang berusaha mengambil, merampas atau menggunakan harta miliknya tanpa ijinnya, baik individu, kelompok, dan negara.
Oleh karena itu, di dalam Pasal 139 ditetapkan bahwa negara dilarang mengalihkan kepemilikan individu menjadi kepemilikan umum. Di dalam Pasal 139 dinyatakan:
لا يَجُوْزُ لِلدَّوْلَةِ أَنْ تُحَوِّلَ مِلْكِيَّةً فَرْدِيَّةً إِلَى مِلْكِيَّةٍ عَامَةٍ، لأَنَّ الْمِلْكِيَّةِ الْعَامَةِ ثَابِتَةٌ فِي طَبِيْعَةِ الْمَالِ وَصِفَتِهِ لاَ بِرَأْيِ الدَّوْلَة.
Tidak boleh negara mengalihkan kepemilikan individu menjadi kepemilikan umum. Sebabnya, kepemilikan umum ditetapkan berdasarkan tabiat harta dan sifatnya, bukan berdasarkan pandangan negara (Muqaddimah ad-Dustur, Pasal 139).
Dalil yang mendasari pasal ini adalah sebuah Hadis Rasulullah saw. pada saat Haji Wada’:
فَإِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ بَيْنَكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا في بَلَدِكُمْ هَذَا
Sesungguhnya darah-darah, harta-harta dan kehormatan-kehormatan kalian adalah haram (terpelihara) seperti haramnya hari kalian ini, di bulan kalian ini dan di negeri kalian ini (HR al-Bukhari dan Muslim).
Makna hadis ini sejalan dengan Firman Allah SWT:
وَلَا تَأۡكُلُوٓاْ أَمۡوَٰلَكُم بَيۡنَكُم بِٱلۡبَٰطِلِ
Janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian yang lain dengan jalan batil (QS al-Baqarah [2]: 188).
Makna hadis di atas juga diperkuat oleh riwayat-riwayat berikut ini. Rasulullah saw. juga bersabda:
لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلَا يَنْتَهِبُ نُهْبَةً يَرْفَعُ النَّاسُ إِلَيْهِ فِيهَا أَبْصَارَهُمْ حِينَ يَنْتَهِبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ
Tidaklah beriman pezina yang sedang melakukan zina. Tidaklah beriman peminum khamer ketika sedang meminum khamer. Tidak beriman, pencuri yang sedang mencuri, dan tidak beriman perampas ketika sedang merampas dan perampasan itu diketahui oleh banyak orang (HR al-Bukhari dan Muslim).
Nabi saw. juga bersabda:
لاَ يَأْخُذْ أَحَدُكُمْ عَصَا أَخِيهِ لاَعِبًا أَوْ جَادًا، فَمَنْ أَخَذَ عَصَا أَخِيهِ فَلْيَرُدَّهَا إِلَيْهِ
Janganlah ada salah seorang kamu mengambil harta saudaranya, baik dengan sungguh-sungguh ataupun dengan senda-gurau. Jika salah seorang telah mengambil tongkat saudaranya, hendaklah ia mengembalikan tongkat itu kepadanya (HR Ahmad, Abu Dawud dan at-Tirmidzi).
Dari Anas ra. diriwayatkan, Rasulullah saw. bersabda:
لاَ يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلاَّ بِطِيبِ نَفْسِهِ
Tidaklah halal harta seorang Muslim bagi Muslim yang lain, kecuali dengan kerelaan darinya (HR at-Daruquthni).
‘Aisyah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda:
مَنْ ظَلَمَ قِيدَ شِبْرٍ طُوِّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ
Siapa merampas (secara zalim) sejengkal tanah milik orang lain, niscaya Allah akan mengalungkan tujuh lapis bumi kepadanya (HR al-Bukhari dan Muslim).
Samurah ra. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda:
مَنْ وَجَدَ عَين مَالِه عِنْدَ رَجُل فَهُوَ أَحَقُّ بِه وَيَتَّبِعُ الْبَيِّعُ مَنْ باعه
Siapa saja yang mendapati barang miliknya ada pada orang lain, maka dia yang paling berhak atas barang itu, dan jual belinya mengikuti orang yang telah menjualnya (HR Abu Dawud dan an-Nasa’i).
Rasulullah saw. pun bersabda:
مَنْ قُتِلَ دُونَ مَالِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ قُتِلَ دُونَ دِينِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ قُتِلَ دُونَ دَمِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ، وَمَنْ قُتِلَ دُونَ أَهْلِهِ فَهُوَ شَهِيدٌ
Siapa saja yang terbunuh karena mempertahankan hartanya, ia mati syahid. Siapa saja yang terbunuh karena mempertahankan darahnya, ia mati syahid. Siapa saja yang terbunuh karena mempertahankan agamanya, ia mati syahid. Siapa saja yang terbunuh karena membela keluarganya, ia mati syahid (HR at-Tirmidzi).
Larangan mengambil harta milik orang lain, berlaku umum, baik Muslim maupun kafir. Seseorang dilarang mengambil harta milik orang, kecuali dengan sebab-sebab syar’i. Larangan ini juga berlaku bagi negara. Negara dilarang mengambil harta milik individu untuk dijadikan sebagai kepemilikan negara atau kepemilikan umum dengan alasan maslahat. Tindakan semacam ini masuk ke dalam larangan hadis-hadis di atas. Adanya kemaslahatan tidak menjadikan sesuatu yang diharamkan menjadi halal. Begitu pula sebaliknya, kemaslahatan tidak menjadikan yang halal menjadi haram.
Tidak boleh juga dinyatakan bahwa kepala negara memiliki hak untuk mengatur urusan umat (ri’ayah suun al-ummah) sehingga ia berhak mengalihkan kepemilikan individu menjadi kepemilikan umum atau negara. Pasalnya, pengaturan urusan umat (ri’ayah suun al-ummah) adalah mengatur urusan umat sesuai dengan hukum syariah, bukan sesuai dengan pendapat Khalifah. Apa yang diharamkan Allah SWT tidak boleh dihalalkan oleh Khalifah dengan alasan maslahat. Jika ia mengambil harta milik individu, tidak dengan cara-cara syar’i, hakikatnya ia telah melakukan kezaliman. Ia wajib mengembalikan harta itu kepada pemiliknya. Selain itu, jika suatu harta memiliki tabiat dan sifat harta kepemilikan umum, negara dalam hal ini haram menjadikannya sebagai kepemilikan individu. Negara tidak memiliki pilihan selain menetapkannya sebagai kepemilikan umum. Jika harta milik umum tersebut terlanjur diberikan kepada individu, negara wajib menariknya kembali, dan tetap memposisikannya sebagai milik umum. Ibnu al-Mutawakkil berkata dari Abyadl bin Hammal ra.:
أَنَّه وَفَدَ إِلَى رَسُولِ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَقْطَعَه الْمِلْحَ قَالَ ابْنُ الْمُتَوَكِّلِ الَّذِي بِمَأْرِبَ فَقَطَعَه لَهُ فَلَمَّا أَنْ وَلَّى قَالَ رَجُلٌ مِنْ الْمَجْلِسِ أَتَدْرِي مَا قَطَعْتَ لَهُ إِنَّمَا قَطَعْتَ لَه الْمَاء الْعِدَّ قَال فَانْتَزَعَ مِنْه
Sesungguhnya ia pernah mendatangi Rasulullah saw. dan meminta beliau agar memberikan tambang garam kepada dirinya. Ibnu al-Mutawakkil berkata, “Yakni tambang garam yang ada di daerah Ma’rib.” Nabi saw pun memberikan tambang itu kepada dia. Ketika Abyad bin Hammal ra. telah pergi, ada seorang laki-laki yang ada di majelis itu berkata, “Tahukan Anda, apa yang telah Anda berikan kepada dia? Sesungguhnya Anda telah memberikan kepada dia sesuatu yang seperti air mengalir (al-ma’ al-‘idd).” Ibnu al-Mutawakkil berkata, “Lalu Rasulullah saw mencabut kembali pemberian tambang garam itu dari dia (Abyad bin Hammal).” (HR Abu Dawud).
Adapun jika harta memiliki tabiat dan sifat kepemilikan individu, negara tidak boleh menjadikan kepemilikan individu itu sebagai milik umum.
WalLahu a’lam bi ash-shawwab. [Gus Syams]
0 Comments