Pengantar [Islam Nusantara Bukan Islam yang Sebenarnya]

Assalâmu‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.

Pembaca yang budiman, isu ’Islam Nusantara’ kembali mengemuka. Isu ini sebetulnya pertama kali dimunculkan pada tahun 2015 dalam suatu muktamar yang digelar oleh NU (Nahdlatul Ulama). Saat ini Islam Nusantara dimunculkan kembali seiring terutama dengan isu radikalisme yang kembali dimunculkan. Tentu, kemunculan dua isu ini—Islam Nusantara dan radikalisme—bermotif politik. Ini sejalan dengan agenda global Barat, terutama AS, dalam memecah-belah kaum Muslim. Motif pecah-belah ini telah lama dirumuskan oleh Rand Corporation, salah satu lembaga think-tank AS.

Islam Nusantara tidak lain adalah Islam Moderat. Bahkan Islam Liberal. Hanya beda istilah atau beda baju. Hakikatnya sama. Sama-sama merupakan Islam yang telah mengalami reduksi. Islam yang telah mengalami sekularisasi. Islam yang sesuai selera Barat. Sama sekali bukan Islam kâffah yang tentu sangat dibenci Barat.

Karena itu Islam Nusantara tentu ide berbahaya. Selain menyimpang dari Islam, juga berpotensi memecah-belah kaum Muslim dan Dunia Islam. Seolah-olah dengan itu ada Islam Arab, Islam Eropa, Islam Afrika, dst.

Padahal jelas, Islam itu satu. Tuhannya satu, Allah SWT. Kitab sucinya satu, al-Quran. Nabinya satu, Nabi Muhammad saw. Kiblatnya pun satu, Ka’bah. Karena itu, kata Nabi Muhammad saw., tak ada beda antara Arab dan ’ajam (non-Arab). Yang membedakan mereka hanyalah takwa. Siapapun, Arab atau Nusantara, misalnya, sama. Tidak beda. Tentu selama mereka sama-sama bertakwa. Jadi, tidak benar jika para pengusung Islam Nusantara merasa lebih unggul dan lebih mulia dari Islam Arab. Apalagi faktanya, khazanah Islam Nusantara banyak bersumber dari Arab. Contoh kecil, aspek bahasa/istilah. Di Nusantara ini kita telah lama mengenal istilah rakyat, dewan, wakil, musyawarah, majelis, hakim, sultan, ilmu, ulama, haji, adab, adil, hikmat, ibadah, jemaah, masjid, sabar, syukur, musibah, berkah, takwa, dan masih banyak istilah lain. Semuanya merupakan serapan dari bahasa Arab. Dalam tradisi keagamaan NU yang mendominasi ide Islam Nusantara, kita juga telah lama mengenal istilah tahlilan, yasinan, maulidan, ziarah kubur, syukuran, sunatan, halal bi halal, dll. Semuanya juga istilah yang diambil dari bahasa Arab. Itu baru dalam tataran penggunaan istilah. Belum yang lain. Semisal sikap ramah, santun, lembut, dll. Jelas, itu adalah di antara akhlak yang diajarkan oleh Islam. Baik di Arab atau di negeri Islam manapun. Bukan khas Nusantara.

Alhasil, ide Islam Nusantara—jika pun diniatkan untuk membedakan diri dengan ’Islam Arab’—adalah ide yang absurd. Tidak jelas. Mengada-ada.

Itulah tema utama al-waie kali ini, selain sejumlah tema menarik lainnya. Selamat membaca!

Wassalâmu‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.

0 Comments

Leave a Comment

17 + 14 =

Login

Welcome! Login in to your account

Remember me Lost your password?

Lost Password