Tren Hijrah dan Tudingan Radikalisme

Unforgettable Hijrah. Itulah tema pagelaran Hijrah Fest 2019 yang dihelat 24 – 26 Mei lalu di JCC Jakarta bertepatan dengan bulan Ramadhan 1440 H. Event hijrah milenial ini sukses menyita perhatian masyarakat Muslim Nusantara untuk kedua kalinya setelah event perdananya pada 2018 silam. Panitia menyebutkan sekitar 12 ribu peserta terdaftar pada hari terakhir sebagai hari pemuncak.

Terutama generasi milenial, peserta hijrah begitu antusias mengikuti semua rangkaian acaranya: belajar pengetahuan agama Islam, sharing session artis hijrah, komunitas Muslim, ratusan produk Muslim, klinik keislaman, talkshow, meet and greet artis hijrah, fashion show, tausiah ustadz kenamaan ifthar berjamaah; salat maghrib, isya dan tarawih diimami qari terbaik; malamnya diisi mabit, qiyamul lail; dilanjutkan sahur bareng dan subuh berjamaah.

 

Gelombang Hijrah Kaum Milenial

Fenomena arus hijrah di kalangan generasi milenial bergulir bak bola salju. Tak terbendung. Terus membesar. Puluhan komunitas hijrah mulai bermunculan. Disambut antusiasme para pemuda pemudi milenial. Mulai dari komunitas yang berlevel nasional hingga yang berlevel lokal. Selain banyaknya komunitas, fenomena hijrah kaum milenial ini juga didukung oleh banyaknya event-event hijrah yang diselenggarakan.

Hijrah Fest seolah menjadi simbol kebangkitan hijrah generasi milenial. Begitu banyak artis yang hijrah, menjadi daya tarik tersendiri bagi remaja Muslim milenial untuk mengenal Islam lebih dalam.

Bukan latah mengikuti tren, kebanyakan artis hijrah lantaran dorongan spiritual. Murni niatnya ingin mendekatkan diri kepada Allah SWT. Keberlimpahan harta dan kehidupan mewah sebagai selebriti tak menjanjikan kebahagiaan hidup yang selama ini mereka cari. Justru kekosongan spiritual yang mereka alami.

Seperti dirasakan Teuku Wisnu. Hidup dalam gelimang materi dan popularitas, Wisnu merasa terjerumus meninggalkan kewajibannya sebagai Muslim. “Allah sudah begitu baik pada saya, tapi saya malah melanggar perintah-perintahNya. Larangan-larangan Allah malah dilakukan. Dapat rezeki, tapi melanggar perintah Allah. Ini yang akhirnya mendatangkan perasaan menyesal,” ungkapnya. Perasaan menyesal itu disusul keinginan untuk bertobat.

Bersama artis hijrah lainnya, Teuku Wisnu tergabung dalam satu komunitas pengajian yang sama, yaitu komunitas Pengajian Muda Sakinah Mawaddah Warahmah (MuSaWaRah). Sebutlah selebriti yang tergabung dalam komunitas ini yaitu, Shireen Sungkar, Jihan Fahira, Primus, Mario Irwinsyah, Arie Untung, Fenita Arie, Ricky Harun, Ifan Seventeen, Dimas Seto, Dhini Aminarti, Tommy Kurniawan, Virgoun, Sahrul Gunawan, Babe Cabita, Dude Harlino, Alyssa Soebandono, Tika Ramlan, dan masih banyak lagi.

Tak hanya kalangan selebritis, gelombang hijrah juga menyapa para pengusaha dan pelaku bisnis. Mereka berbondong-bondong hijrah dan membebaskan diri, keluarga dan bisnisnya dari transaksi riba. Mereka menyadari, transaksi riba yang selama ini menjadi pondasi bisnis mereka justru telah menjerat mereka dalam utang yang berkepanjangan dan tak berkesudahan. Akibatnya, hubungan keluarga tak harmonis dan tak ada keberkahan dalam berbisnis.

Demi menguatkan tekad membangun bisnis tanpa riba, lahirlah komunitas-komunitas pengusaha dan masyarakat tanpa riba. Beragam event edukasi dalam bentuk seminar, pelatihan, atau workshop yang banyak dihadiri para pengusaha digelar untuk menularkan semangat bebas riba. Tak ketinggalan, buku-buku bisnis yang menyajikan kisah-kisah inspiratif para pengusaha yang bebas riba pun laris manis di pasaran.

Masyarakat semakin melek bahaya riba di dunia apalagi di akhirat. Tak terkecuali kalangan bankir yang selama ini lekat dengan transaksi riba. Mereka banyak yang bertobat dan resign sebagai wujud komitmen menolak riba. Komunitas X-bank pun jadi ‘rumah’ mereka untuk mendulang ilmu seputar muamalah Islam dan saling menguatkan dengan sesama bankir hijrah.

 

Tantangan Fenomena Hijrah

Jalan kebaikan dalam berhijrah tak selamanya mulus. Selalu ada tantangan di tengah jalan yang menguji komitmen para pengembannya. Ketika para artis memutuskan berhijrah tentu saja mereka harus melawan arus yang ada. Seolah dunia menolak mereka untuk berubah menjadi lebih baik karena masa lalu mereka. Untuk berhijrah memang dibutuhkan keberanian yang besar.

Respon negatif terhadap fenomena hijrah kerap datang dari mereka yang mengidap penyakit islamophobia. Mereka tidak suka dengan berbagai simbol dan syiar Islam. Mereka gerah menyaksikan geliat semangat hijrah menuju Islam di berbagai kalangan, khususnya di kalangan para selebriti. Pasalnya, pengaruh hijrah para selebriti itu bisa saja memicu semangat yang sama secara lebih luas dan massif di tengah kaum Muslim, khususnya di kalangan para pemuda.

Sekretaris PWNU Jatim, yang juga pengamat gerakan radikalisme, Akhmad Muzzaki, menyebut fenomena hijrah di kalangan masyarakat maupun artis patut mendapat pendampingan. Sebab fenomena tersebut merupakan pintu masuk terorisme dengan cara jihad versi mereka.

Hal senada juga dilontarkan pengamat terorisme dan radikalisme, Ridwan Habib (RH) dalam diskusi bertajuk “Tren Gaya Hidup Hijrah, Peluang atau Ancaman bagi NKRI” di Jakarta, Kamis (25/7). Menurut RH, hijrah adalah ancaman. Paling tidak, ada tiga ancaman yang menyertainya yakni ancaman keamanan, sosial budaya dan politik, tegasnya. Anehnya, RH menyatakan, “Saya sebagai orang Muslim sebenarnya malu bicara ini, karena berarti ada masalah di internal umat Islam,” ucapnya, dilansir indonesiainside.id (25/7)

Tudingan fenomena hijrah sebagai pintu masuk bibit terorisme, radikalisme dan ancaman bagi NKRI terlalu gegabah. Tak sesuai fakta. Jika kita perhatikan, titik balik mereka yang berhijrah menjadi lebih baik dalam kehidupannya justru telah mendapat pendampingan dari para ulama yang notabene dikenal masyarakat sebagai dai shalih yang kompeten. Para mubaligh yang tausyiah-nya banyak dinantikan masyarakat sebagai rujukan dalam mengenal Islam lebih dalam. Bukan mubaligh kaleng-kaleng yang merasa paling benar.

Tokoh muda Muhammadiyah Dahnil Simanjutak merespon tudingan radikal terhadap artis hijrah. “Mrk yg berhijrah pasti didampingi ustadz yg baik shg mampu membuat mrk hijrah, tdk dan bukan didampingi para pemburu rente deradikalisasi.”

Pendakwah yang juga pendiri Majelis Keluarga Sakinah, Ustaz Hilmi Firdausi, mengungkapkan bahwa dari awal diadakan, gelaran penuh hikmah HijrahFest banyak yang mencibir. Ada sejumlah pihak yang menilai HijrahFest mengundang penceramah radikal.

“Dari awal Hijrah Fest2019 memang banyak yang nyinyirin cuma gara-gara asatidz pengisinya dianggap radikal,” kata pemilik akun Twitter @Hilmi28 itu pada Rabu (29/5).

Selama ini, banyak artis berhijrah setelah mengikuti kajian-kajian Islam Ust. Hanan Attaki pendiri Pemuda Hijrah Bandung, Ust. Khalid Basalamah dan Syafiq Riza Basalamah yang aktif mengisi kajian anak muda, Ust. Oemar Mitta yang rutin mengisi kajian hijrah, Ust. Felix Siauw pendiri komunitas kajian Islam Yuk Ngaji, Ust. Abdul Somad dan Ust. Adi Hidayat yang sering mengisi kajian artis ibukota, dan ust kenamaan lainnya.

“Padahal, begitu banyak orang hijrah dan mendapat hidayah asbab dari ceramah mereka. Apalagi pas Bang @sandiuno hadir, maka lengkaplah tuduhan-tuduhan itu,” kata dia. Ia bersumpah demi Allah tuduhan itu tak berdasar, “Demi Allah, saya bersaksi ini adalah acara penuh kebaikan!” tegas dia.

Menanggapi tudingan fenomena artis yang hijrah menjadi pintu masuk radikalisme, KH Anwar Sanusi, Dewan Syuro Badan Koordinasi Muballigh se-Indonesia (Bakomubin) meminta agar semua pihak mendukung langkah para artis yang hijrah. Mereka jangan dicurigai.

“Apa alasan orang untuk mencurigai mereka? Kalau orang-orang sayang kepada para artis, biarkan mereka berkembang,” kata Kyai Anwar Sanusi kepada Voa Islam (Voa-islam.com, 08 Agustus 2019).

 

Penggembosan Hijrah Milenial

Dengan isu radikal yang menyerang artis hijrah dan aktivis dakwah, seolah ada pihak yang kebakaran jenggot dengan fenomena hijrah generasi milenial. Tanpa ada batasan yang jelas, isu radikal dengan konotasi negatif digelindingkan untuk menggerus kelompok dakwah dan para aktivisnya.

Tudingan “Islam radikal” digunakan secara sistematis untuk menyebut pihak-pihak yang menentang sistem ideologi Barat (Kapitalisme, Sekularisme dan Demokrasi); ingin memperjuangkan syariah dan Khilafah Islam; menginginkan eliminasi Negara Yahudi dan melakukan jihad melawan Barat. Penggunaan istilah Islam Radikal juga sering dikaitkan dengan terorisme, penggunaan kekerasan untuk mencapai tujuan, skriptualis (hanya merujuk pada teks) dalam menafsirkan agama, menolak pluralitas (keberagaman) dan julukan-julukan yang dimaksudkan untuk memberi kesan buruk.

Sejatinya, isu radikal yang dialamatkan pada para artis yang behijrah adalah upaya penggembosan semangat hijrah di tengah generasi milenial. Kekhawatiran musuh-musuh Islam terhadap gelombang hijrah di semua kalangan memaksa mereka untuk menyebar fitnah dengan membabi buta. Inilah gejala islamophobia.

 

Stop Islamophobia!

Sikap membenci Islam (islamophobia) banyak muncul dari kaum kafir. Kebencian dan permusuhan yang tersimpan di dada mereka itu membuat mereka bersikap nyinyir terhadap berbagai ajaran Islam, seperti penerapan syariah secara kaffah dan khilafah. Mereka tidak suka dengan berbagai simbol dan syiar Islam.

Mereka gerah menyaksikan geliat semangat hijrah menuju Islam di berbagai kalangan, khususnya di kalangan para selebriti. Pasalnya, pengaruh hijrah para selebriti itu bisa saja memicu semangat yang sama secara lebih luas dan massif di tengah kaum Muslim, khususnya di kalangan para pemuda. Tentu masih banyak lagi sikap-sikap islamophobia yang muncul dari mereka.

Islamophobia itu membuat mereka memusuhi apa saja yang mereka nilai menjadi bagian dari ekspresi keislaman atau manifestasi (perwujudan) Islam. Mereka pun berusaha keras untuk menanamkan islamophobia itu pada orang lain, khususnya kepada kaum Muslim.

Tentu sikap islamophobia itu tidak selayaknya muncul dari seorang Muslim. Pasalnya, sikap islamophobia itu hakikatnya adalah kebencian terhadap Islam berikut ajaran dan syiar-syiarnya. Bagaimana mungkin seorang Muslim menampakkan kebencian terhadap Islam? Bagaimana bisa seorang Muslim menaruh curiga terhadap ekspresi keislaman saudara-saudaranya yang ingin “berhijrah” untuk lebih menghayati dan mengamalkan Islam?

 

Hijrah: Untuk Kebaikan Bersama

Seorang Muslim yang bertobat kepada Allah SWT, bersungguh-sungguh menaati segala aturan-Nya dan meninggalkan kemaksiatan pribadi bisa disebut tengah melakukan hijrah. Hal ini sebagaimana penjelasan Nabi saw. saat beliau ditanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang berhijrah (muhâjir) itu?” Beliau menjawab, Dialah orang yang meninggalkan perkara yang telah Allah larang atas dirinya.” (HR Ahmad).

Fenomena tren hijrah di kalangan selebritis sejatinya disikapi secara positif. Mereka yang berhijrah semata-mata mengharapkan ridha Allah SWT. Bukan ridha manusia atau para penguasa.

Konsistensi mereka yang berhijrah dan menjaga keimanan yang bersemayam dalam diri sejatinya melahirkan takwa. Baik secara lahir maupun batin. Secara lahir antara lain tampak dari sikap mengagungkan syiar-syiar Islam. Mulai dari menutup aurat secara sempurna, getol mengkaji Islam lebih dalam, menolak segala bentuk transaksi riba, hingga ikut ambil bagian dalam kegiatan dakwah yang mengedukasi umat (Lihat: QS al-Hajj [22]: 32).

Secara tidak langsung, tentu saja fenomena hijrah generasi milenial saat ini akan bedampak pada perubahan masyarakat. Segala bentuk syiar Islam yang mereka gaungkan semakin memperluas cakupan dakwah yang menembus semua kalangan. Hal itu akan membangun kesadaran Islam yang semakin kuat di tengah masyarakat dan mengundang turunnya keberkahan dari langit dan bumi.

Untuk menjaga fenomena hijrah generasi milenial tetap positif, memang harus ada pendampingan dari para ulama shalih yang akan membimbing mereka agar tak terjerumus paham sekular atau terjerat ide liberal. Dukungan terhadap kegiatan hijrah mereka diperlukan agar syiar dakwahnya kian meluas dan semakin banyak masyarakat yang berhijrah. Pada akhirnya, tudingan radikal pada mereka akan disikapi oleh masyarakat sebagai hoax!

WalLahu a’lam bi ash-shawwab. [Hafidz341; Pimpinan Redaksi Majalah Remaja Islam Drise]

 

Catatan kaki:

1 https://kbbi.web.id/radikal

2 https://kbbi.web.id/radikalisme

3 https://www.rand.org/pubs/monograph_reports/MR1716.html

4 http://www.rand.org/content/dam/rand/pubs/monographs/2007/RAND_MG574.pdf


0 Comments

Leave a Comment

ten − seven =

Login

Welcome! Login in to your account

Remember me Lost your password?

Lost Password