Agar Anak Gembira Menyambut Ramadhan
Bagi orang-orang yang beriman, kedatangan Ramadhan sangat ditunggu-tunggu. Aroma kegembi-raan sudah terasa. Bahkan antusiasme menyambut Ramadhan sudah muncul jauh-jauh hari sebelumnya.
Ramadhan adalah bulan bertabur berkah. Di dalamnya pahala dilipatgandakan. Nikmat beribadah dan beramal di dalamnya. Berbagai keutamaan ada di dalamnya. Karena itu orang-orang yang tidak bergembira dengan datangnya Ramadhan hanya ada dua kemungkinan: tidak tahu atau tidak beriman.
Betul, menjalani ibadah selama Ramadan memang tidak ringan. Namun, kegembiraan kita dengan pahala yang Allah janjikan, membuat amal-amal kita tidak terasa beratnya. Masalahnya, untuk anak-anak, bagaimana kita bisa mengubah ibadah yang bagi mereka berat menjadi sesuatu yang menggembirakan sehingga mereka akan senantiasa merindukan kedatangan Ramadhan?
Mengapa Harus Bergembira Menyambut Ramadhan
Menggembirakan anak menyambut Ramadhan mestinya dimulai dari kegembiraan orangtua menyambut Ramadhan. Ketika orangtua menampakkan antusiasme, menebarkan aura kegembiraan, maka anak akan terbawa suasana tersebut.
Tentu anak harus dijelaskan terlebih dulu mengapa kita menyambut Ramadhan dengan gembira. Kita bisa membuat pengibaratan Ramadhan sebagai tamu agung yang datang dengan banyak membawa hadiah. Sampaikan hadis-hadis tentang keutamaan Ramadan, pahala yang dijanjikan Allah, dan pembangunan karakter diri seperti shalih, sabar, pemurah, dan sebagainya.
Hal ini dalam rangka membangun niat yang lurus pada anak dalam menjalankan ibadah puasa. Menguatkan iman mereka, kesadaran akan hubungan mereka dengan Allah, bahwa Allah adalah Sang Maha Pencipta yang telah menciptakan diri kita dengan sebaik-baiknya, Yang Mahakuasa. Satu-satunya Tuhan yang layak untuk diibadahi. Dialah Yang Maha Pemberi Balasan Terbaik, Maha Pemberi Rahmat dan Ampunan.
Rasulullah saw. bersabda:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهاَ إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوْفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah SWT berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan, yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Tuhannya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Bagaimana Membangun Suasana Gembira
Suasana gembira ini bisa dibangun dengan membuat persiapan Ramadhan yang menyenangkan. Menata ulang kamar anak dengan hiasan islami, mencuci sajadah dan perlengkapan shalat tarawih mereka, menghias dinding atau pintu kamar anak dengan kata-kata motivasi seperti: Meraih Berkah Ramadhan: Yes!; Puasa Menggapai Ridha Allah; Marhaban Ramadhan Bulan Bonus Pahala; dan sebagainya. Bisa dengan melibatkan mereka dalam pembuatannya. Boleh juga menyusun menu sahur dan berbuka dengan makanan kesukaan anak, sekalipun spesial tidak berarti mewah.
Orangtua juga bisa menceritakan kisah-kisah indah Ramadhan pada masa Rasulullah saw., para Sahabat, maupun generasi setelahnya. Begitu juga pengalaman-pengalaman berpuasa orangtua saat masih kecil dulu. Kisah-kisah yang menguatkan tekad, menumbuhkan semangat, dan meluruskan niat. Kisah-kisah ini banyak terdapat di berbagai buku atau bisa di-browsing di internet.
Menghilangkan Kejenuhan Selama Puasa
Pensuasanaan Ramadhan juga sangat penting. Ketika anak merasakan bahwa Ramadhan adalah momen yang spesial, maka momen tersebut akan terpatri di dalam hatinya sampai kelak ia dewasa. Karena itu sebaiknya saat Ramadhan orangtua meluangkan waktu lebih untuk mendampingi anak-anak menjalankan ibadah shaum, mengaji dan menghapalkan al-Quran; juga mengajak mereka bermain di saat penat dan jenuh. Hal ini sebagaimana dilakukan para Sahabat pada masa Rasulullah saw. Diriwayatkan dari ar-Rubbayi binti Mu’awwidz, “Kami berpuasa dan memerintahkan kepada anak-anak kecil kami berpuasa. Kami pergi ke masjid. Kami membuatkan untuk mereka mainan dari kain wol. Apabila salah seorang dari mereka menangis karena lapar, kami berikan mainan itu kepada dia. Ini terus berlangsung sampai saat berbuka.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Bila memungkinkan, beri kesempatan anak tidur siang beberapa saat untuk memulihkan energi mereka karena selama Ramadhan kemungkinan anak tidak libur sekolah. Kondisi anak juga perlu dipantau. Bila memang sudah tampak lemas dan tidak memungkinkan melanjutkan berpuasa, tawarkan untuk berbuka. Memaksa anak terus berpuasa di luar batas kemampuan mereka akan memunculkan kesan negatif anak terhadap puasa. Namun sebaliknya, bila sekiranya anak masih kuat, terus berikan semangat dan ajak mereka melakukan hal-hal yang bisa melupakan rasa lapar dan haus seperti bercerita, bermain, dan beraktivitas ringan lainnya.
Untuk membangun semangat anak, orangtua bisa bercerita bagaimana Rasulullah dan para Sahabat menjalani Ramadhan. Banyak kesempatan selama Ramadan yang justru dimanfaatkan Rasulullah saw. dan para Sahabat untuk berperang. Perang Badar, terjadi pada bulan Ramadhan tahun ke-2 H, Perang Khandaq pada Ramadhan tahun 5 H, Fathu Makkah pada Ramadhan tahun 8 H. Perang Tabuk berlangsung dari bulan Rajab sampai Ramadhan tahun 9 H.
Mendekatkan Anak ke Masjid
Untuk anak laki-laki, sebaiknya diajak ke masjid bila kondisi mereka sudah tidak mengompol dan bisa tenang dalam mengikuti ibadah. Biarkan mereka berkumpul dengan teman-temannya. Namun, berikan pengertian bahwa masjid adalah tempat beribadah, bukan tempat bermain dan tidak mengganggu orang yang beribadah. Begitupun itikaf, para ayah bisa mengajak anak laki-lakinya yang sudah masuk usia tamyîz untuk membiasakan mereka.
Anak perempuan juga boleh ikut ibunya ke masjid. Namun, bila ibu masih memiliki tanggungan bayi atau balita yang belum memungkinkan diajak ke masjid, atau masjid jauh dari rumah, lebih baik ibu shalat tarawih di rumah. Siapkan tempat khusus di rumah untuk shalat, mengaji dan aktivitas ibadah lain di rumah. Bila tidak ada, maka bisa memanfaat-kan kamar atau ruang tengah. Ini bisa digunakan juga untuk optimalisasi ibadah di 10 hari terakhir sebagai ganti itikaf bagi ibu dan anak-anak yang tidak memungkinkan ke masjid.
Melibatkan Teman-teman Anak
Anak akan lebih bergembira bila bisa menjalankan ibadah bersama dengan teman-temannya. Insya Allah Ramadhan tahun ini aturan pembatasan ibadah sudah diperlonggar sehingga anak-anak bisa menikmati kebersamaan yang lebih dekat dengan teman-temannya.
Selain ke masjid, sesekali orangtua bisa mengundang teman anak-anak untuk berbuka puasa di rumah. Begitu pula bisa merancang sanlat untuk anak beserta teman-temannya. Di satu sisi menambah semangat anak, di sisi lain kita juga menjalankan aktivitas dakwah. Di sini kita bisa padukan aktivitas ibadah seperti shalat dhuha, tilawah al-Quran, dan kajian Islam, dengan cerita-cerita inspirasi dan permainan-permainan menarik yang ringan. Siapa tahu ini akan menjadi momen yang selalu ditunggu anak dan teman-temannya tiap Ramadhan tiba, sekaligus mencetak kader-kader muda dalam dakwah Islam.
Bolehkah Memberi Hadiah Anak Setelah Puasa?
Kegembiraan anak dalam menyambut Ramadan sebaiknya kita tumbuhkan dalam kerangka pemikiran dan niat yang benar, yaitu ikhlas karena Allah. Bukan karena iming-iming hadiah, apalagi upah. Hal ini karena sering kita jumpai orangtua yang memberikan nominal tertentu pada anak, misal sehari puasa sepuluh ribu.
Namun, bila kita ingin memberikan hadiah sebagai bentuk apresiasi, boleh-boleh saja. Tidak perlu yang mahal, tetapi berkesan. Boleh juga uang pada Hari Raya, namun tidak disepakati pada awal Ramadan sehingga tidak terkesan sebagai upah.
Sekalipun begitu, jangan mengabaikan prestasi ibadah anak. Hadiahkan pelukan dan ciuman sambil menyampaikan, “Hari ini kakak lulus ujian Allah, pasti Allah akan sediakan pahala yang besaaar kelak di akhirat. BârakalLâh lak.”
Orangtua sebaiknya menghindari pujian seperti anak hebat, anak shalih, anak pintar dan sejenisnya, karena dikhawatirkan justru akan membiasakan anak dipuji sehingga menimbulkan riya.
Inilah beberapa kiat agar anak bisa bergembira menyambut Ramadhan. Setiap Ramadan hadir, anak bersemangat menyambutnya, dan menjadi momen yang ditunggunya setiap tahun sebagaimana para sahabat Rasulullah saw. mengharap bertemu Ramadan. Ibnu Rajab menyebutkan keterangan Mu’alla bin Al-Fadhl – ulama tâbi’ tâbi’în – yang mengatakan, “Dulu para Sahabat, selama enam bulan sebelum datang Ramadhan, mereka berdoa agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan. Kemudian, selama enam bulan sesudah Ramadhan, mereka berdoa agar Allah menerima amal mereka selama bulan Ramadan.” (Ibnu Rajab, Lathâ’if al-Ma’ârif, hlm. 264).
WalLâhu a’lam bi ash-shawwâb. [Arini Retnaningsih]
0 Comments