Bagaimana Meraih Sukses Ramadhan Seperti Nabi saw.?
Soal:
Bagaimana agar kita bisa meraih sukses di bulan Ramadhan 1443 H ini seperti Nabi? Apa saja tuntutunan Nabi Shalla-Llahu ‘alaihi wa Sallama di bulan Ramadhan?
Jawab:
Para ulama menjelaskan, untuk meraih sukses di bulan Ramadhan itu tidak serta-merta. Dibutuhkan persiapan. Mereka memulainya dari Rajab dan Sya’ban. Abu Bakar al-Warraq al-Balkhi berkata:
شَهْرُ رَجَبَ شَهْرُ الزَّرْعِ، وَشَهْرُ شَعْبَانَ شَهْرُ السَّقْيِ لِلزَّرْعِ، وَشَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرُ حَصَادِ الزَّرْع.. وَمَثَلُ شَهْرِ رَجَبَ مَثَلُ الرِّيْحِ، وَمَثَلُ شَعْبَانَ مَثَلُ الْغَيْمِ، وَمَثَلُ رَمَضَانَ مَثَلُ المطَرِ.
Bulan Rajab itu adalah bulan menanam. Bulan Sya’ban itu adalah bulan menyirami tanaman. Bulan Ramadhan adalah bulan memanen. Perumpamaan bulan Rajab itu seperti angin. Bulan Sya’ban itu seperti mendung. Bulan Ramadhan itu seperti hujan.1
Rajab adalah bulan suci (haram). Amal shalih yang dilakukan di dalamnya akan dilipatgandakan pahalanya. Begitu juga sebaliknya. Maksiat yang dilakukan di dalamnya akan dilipatgandakan dosanya. Pada bulan Rajab, selain peristiwa Isra’ dan Mikraj, yang merupakan jalan pembuka datangnya NashrulLaah, pada bulan yang sama, Nabi untuk pertama kalinya dipertemukan dengan Ahlu an-Nushrah. Karena itu, dalam diary Nabi saw., Bulan Rajab ini benar-benar diisi dengan ketaatan. Puncaknya berdakwah untuk memenangkan Islam hingga Allah pertemukan dengan orang-orang yang bisa menolong kemenangan Islam.
Bulan Sya’ban adalah bulan shalawat kepada Nabi saw. Nabi saw. mendapatkan shalawat dari Allah, Malaikat dan kaum Mukmin. QS al-Ahzab ayat 56 turun kepada beliau pada Bulan Sya’ban. Ayat ini memberikan kemuliaan kepada Nabi saw. dan mengokohkan kedudukannya, baik ketika masih hidup maupun setelah beliau wafat. Shalawat dari Allah, menurut al-Qurthubi, adalah rahmat dan ridha-Nya. Shalawat dari Malaikat adalah doa dan permohonan ampunan untuk beliau. Shalawat dari umatnya adalah doa dan penghormatan kepada beliau.2
Harapan Nabi saw., agar kiblat dipindahkan dari Baitul Maqdis ke Ka’bah al-Musyarrafah pun dipenuhi oleh Allah pada Bulan Sya’ban ini. Sya’ban pun dijadikan oleh Allah sebagai bulan amal diangkat. Karena itu Nabi saw. banyak berpuasa pada bulan ini.
Ketika memasuki Ramadhan, Nabi saw. memerintahkan untuk mencari hilal Ramadhan. Setelah terbukti adanya hilal Ramadhan, Nabi saw. berkhutbah di hadapan kaum Muslim, untuk menyambut kemuliaan Ramadhan, mengingatkan keagungan dan keberkahan bulan Ramadhan. Karena itu, siapapun yang mendapatkan kesuksesan Ramadhan, harus tahu kemuliaan dan keagungannya, tahu hikmah yang harus diraihnya, kemudian amal apa saja yang diperintahkan untuk dilakukan di dalamnya.
Mengenai hikmah puasa Ramadhan telah dinyatakan oleh Allah SWT, yakni meraih takwa (QS al-Baqarah [2]: 183).
Takwa adalah menjaga diri dari konsekuensi neraka, baik karena mengerjakan maupun meninggalkan perbuatan. Ciri orang yang bertakwa itu adalah menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi seluruh larangan-Nya. Bahkan Sayidina ‘Ali dengan deskriptif menjelaskan:
اَلْخَوْفُ مِنَ الرَّبِّ الجَلِيْلِ، وَالْعَمَلُ بِلتَّنْزِيْلِ، وَالرِّضَا بِالْقَلِيْلِ، وَالإِسْتِعْدَادُ لِيَوْمِ الرَّحِيْلِ
Takut kepada Tuhan Yang Mahaagung; melaksanakan apa yang diturunkan (syariat); ridha atas yang sedikit; mempersiapkan diri untuk menghadapi Hari Penggiringan (di Padang Mahsyar).
Ketakwaan ini bisa bersifat individu, kolektif dan negara. Namun, setelah tidak adanya Khilafah, ketakwaan kolektif dan negara tidak ada. Tinggal ketakwaan individu. Inilah kondisi Ramadhan kaum Muslim selama 101 tahun tanpa Khilafah.
Ketakwaan itu memang di dalam hati, tetapi manifestasi dari ketakwaan itu tampak nyata dalam perbuatan dan tutur kata. Puasa melatih kita untuk mengendalikan diri dari semua perkara yang membatalkan puasa dan pahalanya, baik fisik [maadiyah] seperti makan, minum, berhubungan badan; non-fisik [ma’nawiyah], seperti berkata kotor, ghiibah, namiimah dan sebagainya, maupun ruhiah seperti riya dan sum’ah.
Karena itu, penting orang yang berpuasa memulainya dengan niat semata karena Allah. Tanpa niat, puasanya tidak bernilai ibadah. Begitu juga niat, tetapi tidak ikhlas, semata karena Allah, puasanya sia-sia. Niat ini dimulai malam hari dan harus dilakukan setiap hari.
Karena Ramadhan bukan hanya siang, tetapi juga malamnya, maka selain puasa pada siang hari, malam Ramadhan juga harus diisi dengan berbagai kegiatan ibadah, ketaatan dan bermanfaat. Menghidupkan malam Ramadhan dengan shalat Tarawih, Tadarus dan Tadabur al-Quran, Kajian, dan sebagainya. Termasuk menjadikan malam sebagai waktu berkhalwat dengan Allah. Bermunajat di sepertiga malam, saat Allah turun ke langit bumi.
Bagi orang yang berpuasa, dia mempunyai keistimewaan. Doanya mustajab, tidak tertolak. Allah SWT berfirman:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌۖ أُجِيبُ دَعۡوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِۖ فَلۡيَسۡتَجِيبُواْ لِي وَلۡيُؤۡمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمۡ يَرۡشُدُونَ ١٨٦
Jika hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang Aku, sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa jika dia berdoa kepada-Ku. Karena itu hendaklah mereka memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran (QS al-Baqarah [2]: 186)
Ayat doa ini diselipkan oleh Allah di antara ayat-ayat yang membahas tentang puasa Ramadhan untuk menunjukkan, bahwa doa saat berpuasa, apalagi puasa Ramadhan, mempunyai keistimewaan. Doa itu akan diijabah dan tidak akan ditolak. Ini dikuatkan oleh Hadis Nabi saw.:
ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ: الإِمَامُ الْعَادِلُ، الصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ
Ada tiga orang yang doanya tidak akan ditolak: Imam [Khalifah] yang adil, orang yang berpuasa hingga berbuka, doa orang yang dizalimi. 3
Karena itu, bulan Ramadhan adalah kesempatan emas untuk memperbanyak doa. Doa untuk kebaikan diri sendiri, istri, anak, cucu, Islam dan umatnya. Bahkan selain diijabah, nilai perbuatannya itu sendiri dinilai sama seperti ibadah fardhu, sebagaimana hadis riwayat Salman al-Farisi yang menyatakan:
مَنْ تَطَوَّعَ فِيْهِ بِخَصْلَةٍ مِنْ خِصَالِ الْخَيْرِ كَمَنْ أَدَّىَ فَرِيْضَةً فِيْمَا سِوَاهُ، وَمَنْ أَدَّى فِيْهِ فَرِيْضَةً كَانَ كَمَنْ أَدَّى سَبْعِيْنَ فَرِيْضَةً فِيْمَا سِوَاهُ
Siapa saja yang melakukan satu perbuatan sunah, maka nilainya sama seperti orang yang menunaikan fardhu di luar [Ramadhan]. Siapa saja yang menunaikan fardhu di dalamnya [Ramadhan], maka sama seperti orang yang menunaikan tujuh puluh ibadah fardhu di luar [Ramadhan].4
Bahkan Nabi saw. dan para Sahabat ra. telah menjadikan Ramadhan dan atmosfir ketaatan yang ada di dalamnya sebagai momentum untuk meraih kemenangan Islam. Karena itu sejak tahun Ramadhan 1 H, Nabi saw. telah mengirim misi militer. Pada Ramadhan 2 H, Nabi saw. dan para Sahabat telah melakukan perang besar, Badar Kubra. Begitu juga Penaklukan Kota Makkah, yang merupakan misi besar, dilakukan pada bulan Ramadhan 8 H.
Atmosfir Ramadhan adalah atmosfir ketaatan dan ketakwaan. Karena itu pertolongan dan kemenangan yang dijanjikan Allah potensinya sangat besar diberikan pada saat itu. Sebagaimana ucapan Sayidina ‘Umar:
إِذَا لَمْ نُغَالِبْهُمْ بِطَاعَاتِنَا غَلَّبُوْنَا بِقُوَّتِهِمْ
Jika kita tidak bisa mengalahkan mereka [musuh] dengan ketaatan kita maka mereka pasti akan mengalahkan kita dengan kekuatan mereka.
Berbagai ketaatan telah dicontohkan Nabi saw.:
سُئِلَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم أَيُ صَدَقَةٍ أَفْضَلُ؟ قَال: صَدَقَةُ رَمَضَانَ
Nabi saw. pernah ditanya, “Sedekah apa yang paling baik?” Baginda menjawab, “Sedekah Ramadhan.” 5
Dalam riwayat lain disebutkan:
عُمْرَةٌ فِي رَمَضَانَ تَعْدِلُ حَجَّةً، وفي رواية: حَجَّة مَعِيْ
Umrah di bulan Ramadhan itu pahalanya sama dengan haji.” Dalam riwayat lain dinyatakan, “Sama dengan haji bersamaku.”6
Termasuk mempergauli keluarga dan mendidik mereka dengan baik. Menghidupkan rumah dengan shalat sunnah, Tadarrus dan Tadabbur al-Quran, adalah bagian dari tuntunan Nabi saw.. Memperhatikan dan memenuhi hajat mereka, baik fisik, non-fisik maupun spiritual.
Melakukan itikaf, khususnya pada sepuluh hari yang terakhir. Termasuk berusaha keras untuk mendapatkan Lailatul Qadar. Dengan menghidupkan malam dan mengisinya dengan ketaatan, termasuk proposal yang hendak diwujudkan, baik untuk diri, keluarga, Islam maupun umatnya.
Sangat bagus jika sejak awal dibuat rencana aktivitas selama sebulan penuh. Kemudian dengan ikhlas, sabar dan istiqamah diwujudkan satu-persatu agar dengan izin Allah, semuanya bisa berjalan dengan baik. WalLaahu a’lam. [KH. Hafidz Abdurrahman]
Catatan kaki:
1 Al-Imam al-Hafidz al-‘Allamah Ibn Rajab al-Hanbali, Latha’if al-Ma’arif fima Li Mawasim al-‘Am min al-Wadha’if, ed. Yasin Muhammad as-Sawwas, Dar Ibn Katsir, Beirut, cetakan XI, 1441 H/2020 M, hal. 276.
2 Al-Imam al-Hafidz al-‘Allamah al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkami al-Qur’an, ed. Salim Musthafa al-Badri, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut, cetakan IV, 1435 H/2014 M, Juz XIV/hal. 149.
3 Disebutkan oleh Al-Imam al-Hafidz al-‘Allamah Jalaluddin as-Suyuthi, al-Jami’ as-Shaghir, Dar al-Fikr, Beirut, tt., Juz I/hal. 544; Hr. Ahmad, at-Tirmidzi dan Ibn Majah, dari Abu Hurairah.
4 Disebutkan oleh Al-Imam al-Hafidz al-‘Allamah Ibn Rajab al-Hanbali, Latha’if al-Ma’arif fima Li Mawasim al-‘Am min al-Wadha’if, ed. Yasin Muhammad as-Sawwas, Dar Ibn Katsir, Beirut, cetakan XI, 1441 H/2020 M, hal. 336.
5 Disebutkan oleh Al-Imam al-Hafidz al-‘Allamah Ibn Rajab al-Hanbali, Latha’if al-Ma’arif fima Li Mawasim al-‘Am min al-Wadha’if, ed. Yasin Muhammad as-Sawwas, Dar Ibn Katsir, Beirut, cetakan XI, 1441 H/2020 M, hal. 336; Hr. at-Tirmidzi, hadits no 663, Fi az-Zakat, Bab Ma Ja’a fi Fadhli as-Shadaqah.
6 Disebutkan oleh Al-Imam al-Hafidz al-‘Allamah Ibn Rajab al-Hanbali, Latha’if al-Ma’arif fima Li Mawasim al-‘Am min al-Wadha’if, ed. Yasin Muhammad as-Sawwas, Dar Ibn Katsir, Beirut, cetakan XI, 1441 H/2020 M, hal. 336; Hr. Bukhari, Shahih al-Bukhari, Fi al-Hajji, Bab ‘Umrah fi Ramadhan; Muslim, Shahih Muslim, Fi al-Hajji, Bab Fadhli al-‘Umrah fi Ramadhan.
0 Comments