Pengantar [Problem Legislasi dalam Sistem Demokrasi]
Assalâmu‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.
Pembaca yang budiman, legislasi dalam sistem demokrasi pasti problematis. Pertama, tidak akan menghasilkan undang-undang atau hukum yang fix atau mapan. Ada potensi untuk selalu berubah. Bukan hanya demi menyesuaikan dengan zaman. Namun, juga demi menyesuaikan dengan kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam proses legislasi. Saat rezim berganti, baik eksekutif maupun legislatifnya, bisanya akan ada perubahan legislasi. UU yang lama diganti diganti dengan yang baru atau setidak-tidaknya direvisi. Contoh: UU Pemilu di negeri ini selalu mengalami perubahan setiap lima tahun sekali.
Kedua, mustahil menghasilkan keadilan dan kesamaan di depan hukum. Pasalnya, para legislator umumnya adalah kalangan elitis. Para pengusaha, pemilik modal, atau paling mereka yang tidak didukung oleh para pengusaha dan para pemilik modal. Akibatnya, UU yang dibuat lebih banyak berpihak kepada mereka ketimbang kepada rakyat kebanyakan. Contohnya UU Migas, UU Minerba, UU Listrik, UU Investasi, dsb. Contoh lain yang paling mutakhir adalah UU KPK dan RUU KUHP. Banyak pasal-pasal kontroversial di dalamnya. UU KPK nyaris ‘mengistimewakan’ elit, baik koruptor maupun calon koruptor. Sebaliknya, dalam RUU KUHP banyak pasal-pasal yang justru mengancam kaum ‘alit’, alias rakyat kebanyakan. Misal, denda bagi gelandangan dengan nilai yang amat besar. Di sisi lain, kegagalan rezim menyediakan lapangan kerja tidak pernah dipersoalkan. Belum lagi aturan turunan dari UU yang dibuat. Misalnya berbagai kebijakan turunan dari UU terkait BPJS. Rezim sesukanya membuat aturan yang cenderung menindas rakyat kecil.
Alhasil, legislasi ala demokrasi wajib dicampakkan. Kita harus kembali pada legislasi syar’i , yang merujuk hanya kepada Zat Yang Mahaadil, Allah SWT. Dengan kata lain, legislasi yang hanya merujuk pada al-Quran, as-Sunnah, Ijmak Sahabat dan Qiyas Syar’i.
Itulah tema utama al-waie kali ini, selain sejumlah tema menarik lainnya. Selamat membaca!
Wassalâmu‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.
0 Comments