Pengantar [Penguasaan Kapitalis Atas Tanah]
Assalâmu‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.
Pembaca yang budiman, tanah/lahan adalah salah satu karunia terbesar dari Allah SWT kepada kita. Karena itu, di antara yang Allah SWT perintahkan kepada kita adalah bagaimana mengelola tanah dengan baik agar manfaat dan keberkahannya bisa dirasakan oleh umat manusia.
Islam telah menetapkan sejumlah prinsip terkait tanah. Di antaranya terkait kepemilikan tanah. Dalam Islam, kepemilikan atas tanah bisa secara pribadi, jamaah (masyarakat) dan negara. Secara pribadi, orang bisa memiliki tanah lewat jual-beli, pewarisan atau pemberian negara. Bisa juga dengan mekanisme ihya’ al-mawat (menghidupkan tanah mati).
Namun demikian, kepemilikan tanah secara pribadi terkait erat dengan produktivitasnya. Saat tanah yang dimiliki ditelantarkan lebih dari tiga tahun, otomatis kepemilikan atas tanah tersebut menjadi hilang. Bisa berpindah kepada pihak lain yang sanggup mengelolanya. Ini jelas mekanisme yang luar biasa.
Ketentuan lain, dalam Islam, haram penguasaan tanah/lahan milik umum oleh segelintir orang. Contohnya seperti saat ini. Tanah/lahan berupa areal hutan seluas puluhan juta hektar hanya dikuasai oleh segelintir orang. Apalagi untuk kegiatan yang juga merampas hak publik, seperti pertambangan yang menguasai hajat hidup orang banyak.
Di sisi lain, puluhan juta rakyat sulit memiliki atau sekadar mengakses tanah meski hanya 0.5 hektar. Bahkan untuk sekadar memiliki beberapa meter tanah untuk tempat tinggal. Jelas, ini sangat timpang. Akibat ketimpangan ini, muncullah konflik. Baik antar masyarakat, masyarakat dengan pengusaha yang menguasai lahan, juga masyarakat dengan pemerintah.
Problem lainnya terkait tanah adalah kerusakan lingkungan yang amat parah. Salah satunya karena penggundulan hutan untuk kepentingan tambang maupun perkebunan.
Pertanyaannya: Mengapa semua ini bisa terjadi? Apa akar penyebabnya? Bagaimana solusinya menurut syariah Islam?
Itulah tema utama Al-Waie edisi kali ini. Simak juga sejumlah tema menarik lainnya. Selamat membaca!
Wassalâmu‘alaikum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.
0 Comments