Larangan Menimbun Harta (Telaah Kitab Pasal 142 Muqaddimah ad-Dustur-Lanjutan)
Sebagian ulama berpendapat boleh menyimpan emas dan perak jika dikeluarkan zakatnya. Di antara dalil yang diketengahkan untuk menguatkan pendapat mereka adalah hadis riwayat Imam al-Bukhari dari Ibnu ‘Umar ra. Imam al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadis dari Ibnu ‘Umar ra. bahwa ia berkata kepada seorang Arab yang bertanya mengenai ayat [wa al-ladziina yaknizuuna adz-dzahab wa al-fidldlah]:
مَنْ كَنَزَهَا فَلَمْ يُؤَدِ زكَاتها فَوَيْلٌ لَه إِنَّمَا كَانَ هَذَا قَبْلَ أَنْ تَنْزِلَ الزّكَاَة. فَلَمَّا نَزَلَتْ جَعَلَهَا الله طَهْرًا لِلْأَمْوَالِ
Siapa saja menyimpan emas/perak dan tidak mengeluarkan zakatnya, celakalah dia. Ketentuan ini hanya berlaku sebelum turunnya perintah zakat. Ketika turun perintah zakat, Allah menjadikan zakat sebagai pembersih harta-harta.
Khabar Ibnu ‘Umar tidak dikatakan sebagai takhshiish al-Quran dengan as-Sunnah ataupun naskh al-Quran dengan as-Sunnah. Namun, khabar tersebut merupakan informasi adanya nasakh (penghapusan) al-Quran dengan al-Quran. Sebab, yang bisa me-naskh al-Quran adalah al-Quran. Kewajiban zakat ditetapkan dengan al-Quran, bukan dengan as-Sunnah. Khabar Ibnu ‘Umar ra. merupakan informasi yang menjelaskan adanya naskh al-Quran, yang juga berlaku pada QS at-Taubah (9):34. Atas dasar itu, menurut mereka, larangan kanz al-maal juga dihapus jika dikeluarkan zakatnya.
Ada empat alasan yang bisa membantah pendapat di atas yaitu:
- Khabar ahad yang menuturkan penghapusan larangan kanz al-maal yang terdapat di dalam al-Quran harus diperlakukan di atasnya hukum-hukum khabar ahad. Khabar ahad tidak menghasilkan apa-apa kecuali hanya zhann. Larangan kanz al-maal bersifat qath’i karena ditetapkan oleh al-Quran. Yang qath’i harus dikuatkan di atas yang zhanni. Tidak adanya naskh hukum harus lebih dikuatkan dibandingkan adanya naskh. Oleh karena itu, pendapat yang menyatakan bahwa larangan kanz al-maal yang terdapat di dalam QS at-Taubah (9): 34 telah dihapus harus ditolak berdasarkan argumentasi yang lebih kuat.
- Khabar yang menuturkan adanya naskh al-Quran hakikatnya sama dengan hadis yang mengandung sebuah hukum yang menghapus hukum lain yang terkandung di dalam ayat-ayat al-Quran. Semampang hadis tidak bisa menghapus al-Quran, baik hukum maupun bacaan, demikian juga riwayat Ibnu ‘Umar ra. tidak bisa menghapus larangan kanz al-maal yang terdapat di dalam al-Quran.
- Sesungguhnya Ibnu ‘Umar ra. tidak mengabarkan adanya naskh ayat al-Quran dari Rasulullah saw. Dengan kata lain, beliau tidak meriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda, “Ayat ini (At Taubah (9):34) telah dihapus.” Beliau hanya menyampaikan pendapatnya bahwa ayat tersebut (QS at-Taubah [9]: 34) telah dihapus. Sebabnya, tampak jelas di dalam riwayat itu, ada orang Arab bertanya kepada beliau tentang ayat larangan kanz al-maal, lalu beliau mengatakan ayat itu telah dihapus, tanpa menyandarkan kepada Nabi saw. Dengan demikian khabar tersebut adalah pendapat atau pemahaman Ibnu ‘Umar ra. Bukan khabar dari Nabi saw. Pendapat atau pemahaman Ibnu ‘Umar ra. tentu tidak boleh dijadikan sebagai dalil, atau dianggap sebagai dalil syariah. Apalagi menghapus kandungan ayat al-Quran.
- Sesungguhnya kewajiban zakat difardhukan pada tahun ke-2 Hijriah. Adapun ayat pengharaman kanz al-maal diturunkan pada tahun ke-9 Hijrah. Lantas bagaimana bisa dinyatakan hukum zakat yang turun lebih dulu menghapus hukum yang datang belakangan? Atas dasar itu, hadis Ibnu ‘Umar ra. harus ditolak secara dirayah.
Empat alasan di atas sudah cukup untuk menggugurkan istidlaal dengan hadis riwayat Imam al-Bukhari dari Ibnu ‘Umar ra. serta gugurnya pendapat yang menyatakan bahwa hadis tersebut telah menghapus larangan kanz al-maal yang terdapat di dalam QS at-Taubah (9) ayat 34.
Atas dasar itu, hadis dalam riwayat Imam al-Bukhari dari Ibnu ‘Umar ra. tidak layak dijadikan argumentasi untuk menguatkan pendapat bolehnya menyimpan harta jika dikeluarkan zakatnya.
Ulama yang berpendapat kebolehan menyimpan emas dan perak jika dikeluarkan zakatnya menyatakan bahwa seorang Muslim tidak diberi taklif maaliyah, selain zakat. Menurut mereka, banyak dalil yang menunjukkan hal ini. Di antaranya -adalah hadis yang dikeluarkan Imam al-Bukhari dan Muslim yang berwujud jawaban Nabi saw. atas pertanyaan orang Arab:
فَإَذَا هُوَ يَسْأَلُ عَنِ اْلإِسْلاَم… اِلَى أَنْ قَال: وَذَكَرَ لَه رَسُوْلُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الزَّكَاةَ. قَال: هَلْ عَلَيَّ غَيْرُهَا؟ قَالَ : لاَ، إِلاَّ أَنْ تَطَوَّعَ
Saat itu, ia bertanya tentang Islam…hingga ia berkata, “Rasulullah saw. menceritakan kepada dia zakat. Laki-laki Arab itu bertanya lagi, “Apa ada selain zakat yang diwajibkan kepadaku? Nabi saw. menjawab, “Tidak, kecuali kamu hendak bersedekah tambahan (sunnah).”
Juga sabda Nabi saw.:
لَيْسَ فِي الْمَالِ حَقٌ سِوَى الزَّكَاة
Tidak ada hak di dalam harta, kecuali zakat (HR Ibnu Majah dari jalur Fathimah binti Qais).
Imam at-Tirmidzi juga menuturkan sebuah hadits dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi saw. bersabda:
إِذَا أَدَيْتَ زكَاَةَ مَالِكَ فَقَدْ قَضَيْتَ مَا عَلَيْكَ
Jika kamu telah menunaikan zakat hartamu maka kamu telah melunasi apa yang menjadi kewajiban atasmu (HR at-Tirmidzi).
Hadis-hadis ini menunjukkan bahwa tidak ada kewajiban bagi seorang Muslim atas hartanya, selain zakat. Atas dasar itu, tidak ada larangan menyimpan emas dan perak jika dikeluarkan zakat atas harta itu.
Pendapat di atas lemah. Sebabnya, keharaman kanz al-maal merupakan hukum sendiri yang terpisah dari hukum zakat. Adapun riwayat-riwayat yang mereka ketengahkan sebenarnya hanya mengisahkan tentang larangan mewajibkan hak-hak tambahan pada zakat. Hanya saja, ketentuan itu tidak mencegah hukum-hukum tambahan yang berkaitan dengan harta. Kanz (menyimpan harta) termasuk bagian dari hukum-hukum harta dan bukan bagian dari hak-hak wajib pada harta.
Sesungguhnya Allah tidak mewajibkan atas harta yang dimiliki seorang Muslim suatu hak, dari sisi harta itu sendiri, selain zakat. Hanya saja, Allah mensyariatkan hukum-hukum lain untuk harta, selain hukum zakat. Di antaranya riba dalam emas dan perak, sharaf (pertukaran) pada emas dan perak, kanz (menyimpan) emas dan perak, dan lain sebagainya. Hukum-hukum ini, sebagaimana hukum-hukum yang lain, bukan termasuk hak-hak wajib pada harta. Kanz al-maal tidak tercakup ke dalam hadis-hadis di atas. Hadis-hadis di atas juga tidak menunjukkan tidak adanya larangan kanz al-maal jika dikeluarkan zakatnya. Dengan demikian gugurlah berdalil dengan hadis-hadis di atas.
Selain itu dua hadis terakhir, yakni hadis riwayat Imam Ibnu Majah dan Imam at-Tirmidzi, masih diperbincangkan di kalangan ulama. Al-Hafizh Ibnu Hajar melemahkan dua hadis di atas di dalam Kitab Al-Talkhiish. Hadis riwayat Imam Ibnu Majah lemah dan guncang dalam sanad dan matan-nya.
WalLaahu a’lam bi ash-shawwaab. [Gus Syams]
0 Comments