Manajemen Keuangan Keluarga Saat Wabah
Manajemen Keuangan Keluarga pada prinsipnya adalah bagaimana aktivitas-aktivitas kita dalam mendapatkan pendanaan, bagaimana sebuah keluarga mengelola dan membelanjakannya sehingga tercapai tujuan yang diharapkan (Ronny G, 2020).
Jadi topik manajemen keuangan keluarga akan berkaitan dengan bagaimana visi, misi dan values dalam memandang uang dan lain-lain. Sebuah keluarga perlu memiliki manajemen keuangan keluarga karena beberapa alas an; yakni menuju rezeki yang bermanfaat dan berkah, optimalisasi penghasilan dari sisi menyusun skala prioritas kebutuhan, mengantisipasi situasi extra-ordinary (tak terduga), mencapai cahflow (arus kas) yang sehat, dan mempengaruhi aspek keharmonisan rumah tangga.
Secara fundamental perlu dipahami apa saja jenis kebutuhan yang menjadi hak setiap anggota keluarga dan siapa pihak yang bertanggung jawab untuk memenuhinya. Syariah Islam mengatur bahwa setiap anggota keluarga berhak mendapatkan 6 (enam) jenis pemenuhan kebutuhan pokok setiap manusia: pangan, sandang, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan dan keamanan.
Kebutuhan makanan, pakaian dan tempat tinggal dibebankan kepada ayah atau suami. Dia wajib memenuhi semua itu bagi setiap anggota keluarga. Pada prinsipnya, wajib seorang suami untuk memberi nafkah kepada istri dan anak-anaknya dengan cara yang makruf. Suamilah yang menafkahi, tanpa dibarengi kewajiban kepada istri. Ini sesuai dengan tuntunan Allah SWT (Lihat: QS an-Nisa’[4]: 34; QS al-Baqarah [2]: 233).
Nafkah ini meliputi makan, minum, pakaian, dan rumah serta semua yang dibutuhkan oleh istri dan anak-anaknya.
Selain makanan, pakaian, tempat tinggal, terdapat juga kebutuhan lain yang merupakan kebutuhan asasi setiap manusia. Itulah kebutuhan akan pendidikan, kesehatan dan keamanan. Syariah Islam mengatur bahwa pemenuhan akan kebutuhan ini menjadi tanggung jawab Negara. Negara wajib menyediakan semu itu secara gratis dan berkualitas. Dalilnya adalah Hadis Nabi Muhammad saw. (yang artinya), “Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat. Dia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR Muslim).
Dalil lainnya adalah Ijmak Sahabat. Pada masa Peradaban Islam, Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. membayar gaji guru, muazin dan para imam masjid dari Baitul Mal.
Dalam situasi normal, Negara Khilafah memastikan semua anggota keluarga mendapatkan hak dasarnya akan makanan, pakaian, tempat tinggal dengan mekanisme mewajibkan laki-laki untuk bekerja. Negara Khilafah akan memberikan perangkat yang dibutuhkan agar tidak ada laki-laki mukallaf yang menjadi pengangguran. Ketika Islam melarang keras perbuatan zina, setiap perempuan dan anak-anak akan selalu berada pada proses penafkahan yang jelas. Adapun keluarga dalam kondisi khusus seperti janda yang tidak memiliki kerabat laki-laki yang mampu, atau terdapat laki-laki namun sudah lanjut usia sehingga tidak mampu lagi bekerja mencari nafkah, mereka akan mendapat santunan dari negara sebagai nafkah mereka.
Apalagi saat wabah, kebutuhan makanan dipenuhi oleh Negara Khilafah sampai wabah berakhir.
Manajemen Keuangan Keluarga
Untuk bisa mengelola keuangan keluarga dengan baik, terdapat tiga prinsip dasar yang harus dimiliki oleh setiap anggota keluarga. Pertama: visi keuangan dalam keluarga. Kedua: pemastian rezeki yang halal. Ketiga: Alokasi pengeluaran yang menghasilkan kebaikan bagi keluarga, umat dan perjuangan Islam.
Visi dalam keluarga tentang keuangan haruslah sama. Bagaimana cara pandang suami, istri dan anak-anak terhadap keuangan keluarga. Visi yang diajarkan Islam adalah bahwa keuangan keluarga semestinya dikelola untuk membawa kebaikan di dunia dan di akhirat.
Langkah-langkah mengatur keuangan keluarga secara praktis di saat wabah dapat disusun dalam beberapa langkah berikut:
- Mengatur pembelanjaan keuangan keluarga berdasarkan prinsip gaya hidup mencontoh Rasulullah saw. Bergaya hidup sederhana. Mengedepankan needs (kebutuhan), bukan wants (keinginan). Hari ini di era hilangnya Peradaban Islam, ketika manusia berada dalam hegemoni Peradaban sekular yang hedonis, seorang Muslim harus berusaha keras untuk tetap menjaga kepribadiannya sebagai seorang Muslim. Mengedepankan halal-haram, mengabaikan pandangan manusia adalah kunci keberhasilan untuk meraih itu. Bisa membedakan mana yang betul-betul merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi, dan mana yang sekedar hasrat keinginan.
- Mengatur pengeluaran berdasarkan pemasukan. Pada saat wabah yang berakibat berkurangnya pendapatan suatu keluarga, tentu harus dilakukan pemangkasan beberapa pengeluaran sebelumnya.
- Tetap menginfakkan harta baik pada saat lapang ataupun sempit. Berapapun income (pendapatan) yang diperoleh suatu keluarga, tetap ada alokasi prioritas kepada orang yang lebih membutuhkan. Memberikan harta kepada orangtua, kepada orang miskin, kepada perjuangan Islam, dan semacamnya (Lihat: QS Ali Imran [3]: 133-134) Rasulullah saw., bersabda (yang artinya), “Tidaklah Mukmin itu orang yang kenyang, sementara tetangganya lapar sampai ke lambungnya.”
Support Negara
Seharusnya dalam kondisi wabah, semua instrumen keuangan negara full support untuk semua kebutuhan dasar rakyat. Terutama kebutuhan dasar keluarga dan kesehatan. Masalahnya, hari ini tak ada satu pun negara demokrasi yang melakukan hal tersebut. Pandemi ini telah menguji ketahanan sistem ekonomi dan politik sekular-kapitalis yang ternyata tidak mampu menyelesaikan masalah pandemi. Bahkan Pandemi telah benar-benar membongkar dan menelanjangi kezaliman dan kecacatan permanen dari sistem ekonomi kapitalis liberal dan sistem politik demokrasinya.
Dalam konteks sistem ekonomi, Islam memiliki solusi dengan menata ulang aspek makro dan mikro ekonomi dari sekular-kapitalis menjadi berbasis syariah. Sistem ini tidak membenturkan kebutuhan ekonomi manusia dengan nyawa manusia. Kebutuhan ekonomi dan pemeliharaan nyawa manusia sama-sama bisa dipenuhi dan dijaga dengan baik. Situasi terburuk hari ini bisa hanya diatasi oleh syariah Islam.
Tawaran ekonomi syariah dalam tata ulang kebijakan makro dan mikro ekonomi adalah sebagai berikut.
Pertama: Menata ulang sistem keuangan negara. Sistem keuangan kapitalis-demokrasi yang bertumpu pada pajak dan hutang terbukti tidak bisa memberikan pemasukan dan justru berketergantungan kepada negara lain. Akibatnya, Dunia Islam masuk dalam debt trap. Ini tidak akan pernah dipakai oleh peradaban Islam. Sistem keuangan Islam Baitul Mal terbukti selama 13 abad memiliki pemasukan yang besar sekaligus mandiri tanpa bergantung kepada negara atau organisasi lain.
Kedua: Menata ulang sistem moneter. Dalam sistem ekonomi Islam, income atau pendapatan masyarakat dipastikan memiliki kecukupan yang tidak membuat mereka jatuh pada jurang kemiskinan dengan menjaga daya beli uang. Daya beli uang ini dipertahankan dengan moneter berbasis zat yang memiliki nilai hakiki, yaitu emas dan perak.
Ketiga: Menata ulang kebijakan fiskal. Hal ini dilakukan dengan menghapus semua pungutan pajak. Pajak hanya pada situasi extraordinary dan hanya ditujukan pada kalangan yang mampu dari orang kaya (aghniya). Fiskal dalam syariah hanya berdasar asset produktif yang ditentukan syara.
Keempat: Menata ulang sistem kepemilikan asset di permukaan bumi. Kepemilikan aset tidak diberikan kepada asing dan aseng. Sumberdaya alam dengan deposit melimpah adalah milik umat.
Kelima: Tata Ulang kebijakan mikro ekonomi. Hal ini dilakukan dengan mengatur aktivitas ekonomi antar individu dan pebisnis. Negara Khilafah akan melarang praktik riba dan transaksi yang melanggar aturan syariah lainnya. Kekurangan modal bisa dilakukan person to person. Namun, dalam situasi khusus seperti pandemik, negara hadir dengan memberikan modal dalam bentuk hibah atau dalam bentuk pinjaman tanpa beban bunga/riba.
Bagaimana peradaban dengan kebijakan makro dan mikro seideal itu bisa muncul? Semua itu akan bergantung pada konsolidasi politik umat secara global. Keinginan umat manusia untuk kembali pada aturan Rabb-Nya dalam konsolidasi politik global ini sangat mungkin dan sangat mudah sebagaimana situasi hari ini, orang dari berbagai belahan bumi bisa bertemu melalui berbagai media. Apalagi kaum Muslim telah mendapatkan teladan dari langkah perjuangan dakwah Rasulullah saw. dalam melakukan perubahan masyarakat jahiliah menjadi masyarakat Islam, dari peradaban penuh kegelapan menuju peradaban penuh cahaya yang menjadi rahmatan lil alamiin.
WalLahu a’lam. []
0 Comments