Hilangnya Sosok Guru Sebagai Pendidik
Sering kita mendengar seorang guru dilabrak oleh wali murid. Bahkan ada yang dituntut ke pengadilan karena memberikan hukuman pada anak didiknya. Lebih parah lagi, seorang guru dianiaya dan dibunuh oleh muridnya sendiri. Padahal pada saat itu guru hanya ingin melaksanakan tugasnya sebagai seorang pendidik. Guru pun tidak berdaya mencegah anak didiknya ketika mereka melakukan kenakalan-kenakalan. Pasalnya, guru bisa terancam hukuman karena melanggar HAM atau delik hukum melakukan tindak kekerasan pada anak. Akibatnya, anak didik semakin berani. Banyak yang bersikap tidak sopan dan arogan kepada gurunya karena mereka tahu bahwa kebebasannya dilindungi oleh hukum.
Apakah menghukum dalam proses pendidikan tidak boleh dalam Islam? Rasullulah saw. pernah memerintahkan orangtua untuk memukul anak mereka yang tidak mau shalat ketika mereka sudah berumur 9 tahun. Hukuman diberikan agar mereka tahu bahwa shalat 5 waktu adalah wajib dan tidak boleh ditinggalkan. Hukuman diberikan karena dorongan kasih sayang agar anaknya selamat tidak hanya di dunia, tetapi juga di akhira. Hukuman juga diberikan untuk menghentikan perbuatan tercela agar tidak diulangi lagi. Tentu hukuman tidak boleh untuk menyakiti apalagi dipicu oleh emosi yang menyebabkan anak tersakiti. Hukuman diberikan bukan karena kita benci atau dendam, namun karena rasa cinta yang tidak ingin melihat mereka terjerumus ke jalan sesat.
Namun demikian, saat ini peran guru sebagai pendidik dikebiri. Ancaman dan kecaman ditujukan kepada guru saat guru ingin menjalankan tugasnya sebagai pendidik. Guru yang mencoba menginternalisasikan nilai-nilai Islam yang benar dianggap tidak profesional. Mereka dicurigai, diawasi bahkan ada yang harus kehilangan pekerjaannya hanya karena ingin peserta didiknya mempunyai pemahaman Islam yang benar. Guru yang menginginkan perubahan sistem yang lebih baik dianggap memiliki bibit-bibit radikalisme.
Akhirnya, guru lebih memilih untuk mengambil peran sebagai pengajar. Mereka mengerahkan segala kemampuan untuk menjadikan peserta didik berprestasi di bidang yang diajarkan. Adapun peran sebagai pendidik diabaikan. Sebagian guru menyerahkan peran pendidikan kepada guru agama. Masalahnya, guru agama juga enggan mengambil peran sebagai pendidik. Agama hanya disampaikan sebagai materi yang harus dikuasai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar yang termaktub dalam kurikulum. Materi agama hanya sekadar untuk dikuasai sebagai pengetahuan tetapi tidak memiiki efek dalam pembentukan perilaku dan karakter anak didiknya.
Dalam sistem Islam, guru harus menjalankan perannya sebagai pengajar sekaligus pendidik. Apapun bidang ilmu yang diajarkan, setiap guru bertanggung jawab untuk membentuk kepribadian Islam pada diri peserta didik. Mereka harus memiliki nafsiyah yang islami dan ‘aqliyyah yang juga islami. Akidah Islam harus menjadi landasan berpikir mereka sekaligus standar dalam bertingkah laku. Guru harus memastikan bahwa hanya tsaqafah Islam yang membentuk pemikiran mereka. Tsaqafah asing yang bercokol di pemikiran mereka harus ditinggakan. [Mochamad Efendi, M.Pd.]
0 Comments