Angan-angan

Angan-angan berbeda dengan harapan. Angan-angan adalah segala macam keinginan manusia yang mustahil terwujud. Sebaliknya, harapan adalah segala bentuk keinginan yang mungkin terwujud.

Ada orang berharap suatu saat jadi kaya, padahal ia saat ini dalam keadaan miskin. Ada orang yang berharap nanti sukses dalam karir. Padahal saat ini ia hanya seorang pengangguran. Ada orang berharap suatu saat nanti dapat meraih gelar pendidikan tinggi S-3. Padahal saat ini ekonomi kedua orang-tuanya morat-marit. Ada orang yang berharap suatu saat nanti bisa naik haji. Padahal untuk makan sehari-hari saja susah setengah mati. Meski demikian, semua harapan itu mungkin saja terwujud dengan cara yang tidak diduga. Faktanya, banyak orang yang berhasil mewujudkan harapannya meski awalnya tampak seolah mustahil.

Berbeda dengan angan-angan. Ada orang yang berangan-angan hidup seribu tahun. Ini jelas mustahil bagi umat Rasulullah Muhammad saw. Sebabnya, Rasulullah saw. sendiri tegas menyatakan, “Umur umatku rata-rata mencapai 60-70 tahun. Sangat sedikit dari mereka yang melampaui umur tersebut.” (HR Ibnu Majah).

Ada juga yang berangan-angan tetap awet muda meski usia makin menua. Ini juga mustahil, Sebabnya, penuaan organ-organ tubuh manusia akan terjadi seiring dengan usianya yang makin menua. Bagimanapun, orang yang berusia 100 tahun, misalnya, mustahil secara fisik akan seperti orang yang berusia 17 atau 20 tahun.

Karena itu semua angan-angan orang hidup hanya akan sia-sia belaka, kecuali angan-angan yang berasal dari rasa takut kepada Allah SWT sehingga memacu dan memicu untuk makin taat kepada-Nya. Itulah yang antara lain ditunjukkan oleh Sayidina Abu Bakar ra.

Diriwayatkan, Sayidina Abu Bakar ra. pernah melewati seekor burung yang sedang hinggap di suatu pohon. Beliau lalu berkata, “Berbahagialah engkau, wahai burung. Engkau terbang, lalu hinggap di pohon, kemudian makan buahnya dan selanjutnya engkau terbang lagi; sementara engkau tidak akan dihisab dan diazab oleh Allah SWT. Duhai, andai saja aku seperti dirimu…” (Al-Baihaqi, Syu’ab al-Imaan, 2/228; Ibnu Abi Syaibah, Al-Mushannaf, 7/91).

Sayidina Abu Bakar ash-Shiddiq ra. adalah salah seorang Sahabat Rasulullah saw. yang dijamin masuk surga sebagaimana dikabarkan oleh beliau (HR Ahmad dan at-Tirmidzi). Namun begitu, beliau memiliki rasa takut yang luar biasa terhadap azab Allah SWT sehingga berangan-angan menjadi seekor burung saja agar tidak ada peluang untuk dihisab dan diazab di Akhirat.

Di sisi lain, beliau termasuk orang yang pendek angan-angan sebagaimana banyak Sahabat Nabi saw. yang lain. Dalam hal ini, Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahulLaah berkata, “Banyak Sahabat Nabi saw. menunaikan shalat witir pada awal malam (sebelum tidur, pen.). Di antara mereka adalah Abu Bakar ash-Shiddiq ra., Ustman bin ‘Affan ra., Abu Hurairah ra., Abu Dzarr dan Abu ad-Darda’ ra. Mereka melakukan demikian karena khawatir meninggal saat tidur (sehingga tidak sempat menunaikan shalat witir, pen.). Mereka benar-benar pendek angan-angan (tak pernah membayangkan esok-lusa masih tetap hidup, pen.).” (Ibnu Hajar, Fath al-Baari, 9/161).

Sikap para Sahabat Nabi saw., khususnya Abu Bakar ash-Shiddiq ra., di atas tentu berbeda dengan kebanyakan orang saat ini. Banyak orang beranggapan sekaligus berangan-angan hidupnya di dunia masih lama. Apalagi jika ia merasa usianya masih muda. Jarang yang membayangkan bahwa esok atau lusa mungkin saja ajalnya tiba.

Karena itu, saat malam tiba, sebelum beranjak tidur, sebagian orang merencanakan sejumlah hal untuk esok harinya. Tentu karena merasa yakin bahwa esok atau lusa masih tetap hidup.

Tentu tak ada yang salah dengan merencanakan banyak hal untuk kehidupan duniawi agar senantiasa hidup sesuai target dan bisa lebih baik dari waktu ke waktu. Namun demikian, jangan pula dilupakan, saat kita merencanakan banyak hal duniawi, kematian boleh jadi datang lebih awal daripada banyak hal yang sudah kita rencanakan.

Itulah mengapa, banyak Sahabat Rasulullah saw. sering membayangkan esok hari, bahkan membayangkan saat mereka tidur di malam hari, tiba-tiba ajal datang kepada mereka. Demikian sebagaimana yang digambarkan oleh Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahulLaah di atas.

Di sinilah pentingnya kita untuk sering-sering mengingat mati (dzikrul mawt). Semoga kesadaran bahwa setiap saat kita “diintai” oleh kematian semakin mendorong kita untuk selalu waspada. Semoga kewaspadaan kita akan datangnya kematian secara tiba-tiba senantiasa mendorong kita untuk banyak bertobat, meninggalkan ragam maksiat dan memperbanyak amal shalih untuk bekal di akhirat. Semua itu harus kita lakukan dengan istiqamah hingga akhir hayat sehingga kita mati dalam keadaan husnul khaatimah.

Jika tidak demikian, kita pasti bakal menyesal saat kematian menghampiri kita; saat jasad kita telah dikubur; saat alam barzakh menjadi tempat penantian panjang kita; menanti datangnya Hari Kiamat. Saat itu pun semua orang yang mati, termasuk kita, akan berangan-angan. Dalam hal ini Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahulLaah berkata, “Sungguh orang-orang yang telah diwafatkan semuanya berangan-angan bisa hidup kembali meski hanya sesaat saja agar bisa bertobat dan bersungguh-sungguh melakukan ketaatan. Padahal hal demikian adalah mustahil bagi mereka.” (Ibnu Rajab, Lathaa’if al-Ma’aarif, hlm. 727).

Apalagi orang kafir. Di akhirat nanti penyesalan mereka amat dalam. Karena itu angan-angan mereka di akhirat pun amat luar biasa. Di dalam al-Quran Allah SWT menggambarkan bagaimana penyesalan dan angan-angan mereka di akhirat. Allah SWT berfirman (yang artinya): Itulah hari (Kiamat) yang pasti terjadi. Karena itu siapa saja yang menghendaki, niscaya dia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya. Sungguh Kami telah memperingatkan kalian (orang-orang kafir) dengan azab yang dekat. Pada hari itu manusia melihat apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya. Lalu orang kafir berkata (berangan-angan), “Alangkah baiknya andai dulu aku menjadi tanah saja.” (QS an-Naba’ [78]: 39-40).

Mereka berangan-angan di dunia menjadi tanah tentu agar di akhirat mereka tidak dihisab dan diazab oleh Allah SWT

Alhasil, marilah kita segera bertobat sebelum ajal mendekat. Mari kita bersungguh-sungguh taat kepada Allah SWT. Mumpung kita masih hidup di dunia. Sebelum di akhirat nanti kita menyesal dan berangan-angan untuk kembali ke dunia agar bisa bertobat dan taat. Padahal tentu saja angan-angan tersebut mustahil terwujud.

Wa mâ tawfîqi illâ bilLâh. [ABI]

 

 

0 Comments

Leave a Comment

fifteen + 15 =

Login

Welcome! Login in to your account

Remember me Lost your password?

Lost Password