Kejahatan Amerika Selama 20 Tahun di Afghanistan

Dunia telah melihat Amerika serikat menjajah Afghanistan selama 20 tahun. Amerika selalu mengatakan, “Everything is going well!” Namun, pada sebulan terakhir situasi berubah drastis. Dunia melihat setelah 20 tahun menduduki Afghanistan, Amerika dan sekutu mereka meninggalkan Afghanistan setelah mengalami kekalahan memalukan.

Penjajah ini tanpa malu-malu mencoba menyalahkan negara lain atas kejahatan yang akan terjadi ketika diketahui bahwa Afghanistan membentuk Imarah Islamnya. Mereka masih berharap rezim baru Afghanistan kelak menjadi sekutu Amerika yang paling jujur dan paling strategis. Rusia dan China sejauh ini telah menyatakan beberapa kekhawatirannya. Padahal alasan utama atas kejadian tragis di Afghanistan saat ini adalah akibat penjajahan dan eksploitasi oleh Amerika. Hanya itulah masalahnya!

 

Korban Selama Pendudukan

Amerika adalah sumber terorisme dan kejahatan di Afghanistan. Keburukan ideologinya benar-benar dirasakan rakyat Afghanistan. Sejak menjajah di Afghanistan pada 2001, lebih dari 3.500 orang meninggal dunia di pihak pasukan koalisi. Lebih dari 2.300 orang di antaranya adalah tentara AS. Tentara Inggris yang tewas melampaui 450 orang. Tentara AS yang cedera mencapai 20.660 orang. Namun, jumlah ini jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan jumlah tentara dan warga sipil Afghanistan yang tewas. Menurut Misi Pendampingan PBB di Afghanistan (Unama), hampir 111.000 warga sipil telah tewas atau cedera sejak lembaga itu mulai mencatat korban sipil pada 2009.

Begitu banyak laporan yang menjadi bukti nyata sikap hipokrit atau munafik negara-negara Barat seperti Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan lainnya. Di satu sisi menyatakan mendukung penegakan hukum dan HAM. Di sisi lain terlibat secara langsung dalam penyiksaan global terhadap umat Islam yang dituduh tanpa bukti terlibat terorisme.

 

Perlakuan Terhadap Wanita

Setelah melakukan invasi ke Afghanistan, Amerika membual soal hak-hak perempuan. Mereka berbohong terkait penganiayaan terhadap perempuan di bawah naungan syariah Islam. Mereka juga terbiasa menggunakan pandangan mereka untuk melakukan memaksa negeri-negeri Muslim sesuai dengan kriteria sekuler Barat.

Dengan adanya aturan penjajah di dunia Muslim, wanita di Afghanistan telah gagal mengalami kemajuan akibat dari intervensi penjajahan modern ini. Pada faktanya, terdapat banyak kasus saat keadaan mereka malah semakin memburuk. Hari ini, 36% rakyat Afghanistan hidup dalam kondisi kemiskinan yang ekstrem. Sekitar 8,5 juta orang, atau 37% dari populasi, berada dalam ambang batas ketidakcukupan pangan. Juga terjadi peningkatan angka wanita yang membakar dirinya sendiri akibat depresi karena kondisi keuangan mereka. Satu wanita meninggal setiap 2 jam sekali di negara tersebut dalam kasus melahirkan akibat sistem pelayanan kesehatan yang memprihatinkan. Wacana seputar hak-hak perempuan tiada lain hanyalah tabir asap kamuflase yang menutupi motif politik tersembunyi di kawasan tersebut.

Lebih dari satu dekade setelah perang dimulai, para politisi Barat dengan konyolnya tetap berargumen bahwa intervensi Barat di Afghanistan telah meningkatkan taraf hidup wanita Afghan. Tanpa malu mereka terus-menerus mengeksploitasi wacana tentang hak-hak wanita Afghanistan. Tentu demi membenarkan berlanjutnya pendudukan mereka atas negara tersebut.

Pada bulan November 2013, AS berniat untuk meyakinkan masyarakat Amerika dan Afghanistan tentang kebutuhan pasukan militer AS bertahan di wilayah tersebut. Baik John Kerry sebagai sekretaris negara maupun Hillary Clinton sebagai mantan sekretaris negara AS berargumen bahwa AS butuh untuk tetap bertahan di sana dalam rangka memperjuangkan hak-hak wanita di Afghanistan. Keduanya memperingatkan tentang bahaya terhadap perempuan Afghanistan jika pasukan AS ditarik mundur dari negara itu. Amerika telah mengklaim bahwa wanita telah membuat kemajuan yang besar sejak 2001 karena telah bisa menikmati akses yang lebih besar terhadap pendidikan dan pelayanan kesehatan.

Alhasil, para wanita di Afghanistan telah membayar mahal dampak intervensi Barat di negeri mereka. Ratusan ribu nyawa melayang. Termasuk keluarga dan rumah mereka. Masyarakat mereka terjebak dalam kekacauan tak berujung, kekerasan dan ketiadaan hukum. Semua ini pada tingginya angka penculikan, pemerkosaan dan pembunuhan.

 

Pendidikan Terlantar

Afghanistan menjadi negara yang penuh dengan kesuraman, pembantaian, kemiskinan, gangguan kesehatan masyarakat, keamanan dan infrastruktur dan mundurnya pendidikan. Penerapan sistem sekular oleh pemerintah Barat yang diklaim sebagai solusi atas segala kesengsaraan hanya menimbulkan lebih banyak peperangan dan bencana. Para generasi muda terjebak dalam keputusasaan. Mereka merasa dengan kondisi negara mereka yang masih terjajah seperti sekarang mustahil bagi mereka untuk mendapatkan pendidikan yang memadai, pendidikan yang akan menopang generasi muda untuk benar-benar bangkit.

Pada saat pemerintahan direbut oleh Karzai, antek Amerika, mereka mulai membentuk sistem pendidikan dalam bingkai liberalisme, dan berharap dapat menghasilkan perubahan yang lebih baik. Organisasi-organisasi sekular mendukung penghapusan keyakinan akan nilai-nilai Islam dari kurikulum dan materi-materi pendidikan. Mereka memandang nilai-nilai tersebut merupakan refleksi dari kecenderungan/prasangka akan budaya, agama dan gender.

Mereka juga berasumsi penghapusan nilai-nilai Islam dapat menjadi jalan bagi masyarakat untuk lebih memaknai hidup. Tujuan di balik reformasi ini adalah penyusupan ide-ide sekular dalam sistem pendidikan di Afghanistan. Secara tidak langsung ini akan membentuk generasi muda menjadi tenaga kerja yang melayani keinginan pemerintah penjajah. Agenda sekularisasi ini ikut membentuk masyarakat yang jauh dari nilai agama dan norma adat. Menjadikan masyarakat patuh terhadap nilai-nilai dan norma-norma sekular. Kondisi tersebut mengacu pada proses sejarah ketika pentingnya nilai-nilai agama hilang dalam kehidupan sosial dan budaya. Sebagai hasil dari sekularisasi ini, peran agama dalam masyarakat modern menjadi sangat terbatas.

 

Meningkatnya Produksi Opium

Ketika AS menginvasi Afghanistan, sebenarnya Pentagon punya daftar 25 laboratorium dan gudang obat bius. Namun, mereka menolak menghancurkan gudang-gudang tersebut dengan alasan milik CIA dan sekutu lokalnya. Bahkan James Risen mencatat, penolakan untuk menghancurkan laboratorium narkoba justru dari pentolan Neo-Konservatif yang menguasai birokrasi Keamanan Nasional di AS seperti Douglas Feith, Paul Wolfowitz, Zalmay Khalilzad, dan sang patron Donald Rumsfeld. Berarti peredaran dan penjualan narkoba bukan saja didukung oleh eselon puncak pemerintahan Bush di Gedung Putih, melainkan telah menjadi bagian integral dari strategi pelumpuhan Afghanistan dari dalam negeri.

Tak heran ketika itu muncul berbagai pemberitaan mengenai meningkatnya produksi obat-obatan terlarang seperti Narkotika dan Opium di Afghanistan. Mari kita lihat fakta-fakta berikut ini. Kala pasukan multinasional pimpinan Bush Jr menyerbu Afghanistan (2001), produksi opium seketika meningkat dari 165.000 ton (2006) menjadi 193.000 ton (2007). Memang dekade 2008-an terdapat penurunan sekitar 157.000 ton, tetapi itu semata-mata karena over produksi, barang tidak terserap oleh pasar.

Di Afghanistan sendiri terdapat sekitar 200.000 orang yang kecanduan heroin dan morphin. Setiap tahunnya puluhan ribu orang sekarat akibat kecanduan obat-obatan terlarang itu. Sejak invasi ke Afghanistan yang dipimpin oleh militer AS pada tahun 2001, produksi opium dari Afghanistan meroket tajam. Terkait masalah ini, Rusia menuding NATO telah berperan dalam meningkatnya penjualan heroin dari Afghanistan ke Rusia.

Fakta-fakta ini dengan jelas menggambarkan bahwa sejak Perang Dunia II usai dan Perang Dingin antara Kapitalis Liberal versus Komunis semakin memanas, CIA menggunakan para pedagang narkoba sebagai aset dalam berbagai operasi terselubung di berbagai negara. Artinya, selain melindungi para pengedar dari jerat hukum, ada kecenderungan produksi dan arus perdagangan narkoba malah meningkat ketika Amerika meningkatkan intervensinya di negara-negara target.

 

Liberalisasi Sosial, Politik dan Budaya

Citra masyarakat Afghanistan yang tertindas digunakan sebagai propaganda untuk mempromosikan ide sekularisme dan demokrasi. Amerika Serikat sangat menginginkan sekali untuk “memperkenalkan politik dan budaya” kepada masyarakat Afghanistan. Melalui berbagai upaya, salah satunya dengan memakai topeng ”kebebasan dan pemberdayaan masyarakat”, mereka ingin melancarkan program liberalisasi budaya untuk menanamkan kepada rakyat Muslim di Afganistan nilai-nilai liberal dan ide-ide sekularisme.

Banyaknya organisasi yang aktif menyerukan liberalisasi untuk masyarakat Afghanistan melalui pendidikan, seperti organisasi–organisasi perlindungan hak-hak perempuan, karang taruna, lingkar sastra, klub intelektual, asosiasi pelajar. Institusi-institusi tersebut digunakan untuk mencapai agenda sekularisme.

 

Adu Domba Politik

Meskipun militer Amerika bersama dengan NATO menggunakan persenjataan mutakhir, mereka takut menghadapi para mujahid di Afghanistan yang jumlahnya kecil dengan perlengkapan seadanya. Apalagi krisis ekonomi pernah mencekik Amerika. Lesunya pertumbuhan ekonomi Amerika dan kelemahannya untuk membuat solusi telah menyebabkan Amerika kehilangan dukungan politis dan praktis, khususnya dari sekutu-sekutunya.

Karena itu Amerika berupaya bersandar pada militer Pakistan untuk menyelamatkan diri dari dasar jurang Afganistan. Amerika meminta militer Pakistan bergerak cepat untuk berperang bersama Amerika dan mendukung Amerika dalam memerangi Afganistan.

Amerika memahami bahwa kaum Muslim di Pakistan membenci Amerika. Amerika juga memahami bahwa kaum Muslim Pakistan tidak akan mendukung keberadaan Amerika di Pakistan dan tidak akan menyetujui penggunaan militer Pakistan demi kepentingan perang Amerika. Perasaan yang sama terhadap Amerika juga ada di tengah-tengah barisan militer Pakistan. Semua itu menjadi hambatan bagi Amerika dalam memanfaatkan militer Pakistan secara efektif. Karena itu Amerika sengaja menciptakan kekacauan. Kondisi kekacauan ini mendorong para mujahid di Afganistan mengubah arah moncong senjata mereka jauh dari dada musuh hakiki mereka, yaitu Amerika, dan mengarahkannya ke dada-dada saudara-saudara mereka di dalam militer Pakistan.

Dari sisi yang lain, aksi tersebut akan mengaburkan fakta sebenarnya, bahwa yang berada di belakang kondisi kekacauan di kawasan adalah serangan Amerika di Afganistan yang didukung oleh pemerintah Pakistan dengan seluruh potensinya dengan menyediakan jalur-jalur suplai makanan, senjata dan logistik lainnya bagi militer Amerika dan NATO. Pada saat yang sama, militer Pakistan menyebar di tapal batas antara Pakistan-Afganistan untuk menghalangi para mujahid Pakistan memerangi militer Amerika di Afganistan.

 

Pendudukan Dusta Amerika

Amerika sejauh ini telah gagal meraih kemenangan atas Islam, yang dia perangi proyek peradabannya, di bawah kedok memerangi terorisme. Amerika telah mengambil keputusan yang tampak lemah sejak awal menerima tampuk pemerintahan, yaitu keputusan bahwa ia menentang intervensi apapun negaranya di dalam perang militer di muka bumi. Hal itu untuk menghindari kerugian manusia dan kerugian materi yang besar seperti dialami di Afganistan dan Irak, dan akhirnya berpengaruh pada posisi internasionalnya.

Perang peradaban telah berkembang untuk kemenangan Islam sejak perang yang dilancarkan Amerika terhadap kawasan hingga sekarang. Sebabnya, apa yang pada awalnya tersembunyi, sekarang jadi terungkap terang. Pertarungan akhirnya menjadi jelas berdasarkan kengototan Barat menghalangi kaum Muslim menegakkan Khilafah ar-Rasyidah, berlawanan dengan keseriusan kaum Muslim untuk menegakkannya. Amerika telah memanfaatkan Khilafah al-Baghdadi dan pembantaian keji yang dilakukan oleh tanzhim al-Baghdadi mengatasnamakan Islam. Semua itu untuk mendistorsi ide khilafah dalam pandangan kaum Muslim. Dengan itu berlangsung pra kondisi untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan Amerika mewujudkan koalisi penjajah menentang Islam dan kaum Muslim serta merekrut para penguasa pengkhianat di negeri-negeri kaum Muslim sebagai tentara Amerika dan Barat di dalam koalisi ini.

 

Penutup

Hendaknya kaum Muslim dan seluruh lapisan masyarakat untuk tidak terjebak dalam histeria dan kebohongan Amerika Serikat. Suatu kebohongan adalah tetap kebohongan. Tidak peduli berapa kali hal itu diulang. Kita telah melihat semua ini sebelumnya di Afghanistan dan di tempat-tempat lain. Kita harus menanggapi kebohongan ini dengan kebenaran. Kebenaran bahwa masalah dan akar masalahnya adalah pendudukan Barat.

Agenda Barat adalah menyebarkan konspira-sinya dan mempromosikan rencana-rencananya meskipun merusak kehidupan, ekosistem darat, laut dan udara. Begitulah, kaum kafir imperialis tidak memelihara hubungan dengan kaum Mukmin. Bahkan tangan mereka berlumuran darah di mana saja mereka tinggal. Itu menjadi saksi dari mereka menentang mereka. Untuk mereka kebinasaan karena apa yang mereka perbuat.

WalLahu a’lam. [Umar Syarifudin; (Pengamat Politik Internasional)]

0 Comments

Leave a Comment

16 + 5 =

Login

Welcome! Login in to your account

Remember me Lost your password?

Lost Password