Menyoal OBOR Cina
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-2 Belt and Road Forum atau One Belt One Road (OBOR) yang diinisiasi Cina diselenggarakan pada 25-27 April 2019 menyetujui pembiayaan proyek pembangunan. Dipromosikan pula tujuan utang global dan pertumbuhan berorientasi lingkungan. Dikabarkan sebanyak 37 pemimpin dunia menghadiri KTT tersebut, termasuk Indonesia.
Wapres Jusuf Kalla dikabarkan bertolak ke Beijing untuk menghadiri agenda tersebut. JK juga dikabarkan bertemu dengan Presiden Cina, Working Lunch bersama Wapres Cina, dan menghadiri sejumlah Business Dinner dan Forum Business serta Jamuan Santap Malam dan pertunjukan seni yang digelar oleh Pemerintah Cina.
OBOR merupakan proyek besar Cina guna merajut jalur sutera modern antarnegara yang berdampak pada 60 persen populasi dunia, 40 persen Produk Domestik Bruto (PDB) global, dan 75 persen sumberdaya energi dunia.
Cina dianggap oleh banyak negara sebagai penyelamat mereka dalam koridor ekonomi, yang diyakini mampu menghilangkan semua problem yang dihadapi oleh banyak negara berkembang khususnya. Pemerintah di negara-negara berkembang tersebut tampaknya menyembunyikan fakta bahwa proyek ini terutama didasarkan dan dirancang untuk kepentingan Cina.
Indonesia perlu memahami bahwa Cina memiliki alasan egois untuk menjaga hubungan baik dengan Indonesia karena lokasinya yang strategis bagi Program OBOR (One Belt One Road) Cina. Ini akan membuka pintu baru bagi industri Cina di negara-negara pasar. Cina, seperti semua kekuatan kolonial, akan mendapat kesempatan untuk mengeksploitasi sumberdaya negara-negara ini.
Di Indonesia, proyek-proyek pembangunan sedang berlangsung. Beberapa negara lainnya yang mengalami perubahan kebijakan di pemerintahan masing-masing terjebak dalam kesepakatan proyek, seperti Malaysia dan Maladewa. Terdapat pula proyek yang ditangguhkan karena alasan, antara lain proyek pembangkit listrik di Pakistan dan bandara di Sierra Leone.
Pemerintah hendaknya harus mengambil pelajaran dari sejarah panjang kolonialisme yang pernah menjerat negeri ini 350 Abad. Kita tentu tidak ingin Indonesia—negara yang berkembang dan menghasilkan semua kekayaan alam yang melimpah—jatuh dalam perangkap dan berada di bawah kekuasaan negara kapitalis modern dan kehilangan semua kemuliaannya. Cina telah memasuki beberapa negara berkembang atas nama kemajuan, industri dan perdagangan. Ketergantungan impor barang dan utang luar negeri akan memiliki dampak mendasar bagi ekonomi negara ini dan membawa kematian industri lokal. [dr. M. Amin ; Direktur Poverty Care]
0 Comments