Youtuber Dunia Bela Cina Soal HAM, Diduga Dibayar

Sejumlah youtuber dunia yang ramai-ramai membela Cina atas tuduhan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) diduga dibayar oleh pemerintah Cina. “Menurut saya patut diduga demikian meski beberapa vlogger tersebut menyangkalnya,” ujar Direktur Institut Muslimah Negarawan (IMuNe) Fika Komara kepada Mediaumat.news, Rabu (15/9/2021).

Fika memandang, bukan fakta baru bahwa Cina memiiliki ambisi menjadi penguasa imperium digital untuk mengalahkan Amerika Serikat dari hulu ke hilir. Fika menyebut ungkapan Presiden Cina Xi Jinping, “No national security without cyber security.” Itu menegaskan bahwa sejak Februari 2014 Cina harus menjadi “internet power”.

Menurut Fika, indikasi niat Cina untuk mengontrol persepsi publik dunia soal citra negaranya sebenarnya sangat terang-benderang. Laporan The Global Disinformation Order, 2019 Global Inventory of Organised Social Media Manipulation dari Oxford Internet Institute, yang digarap oleh duo ilmuwan Universitas Oxford mencatat, Cina ternyata memiliki pasukan siber terbesar di dunia dengan tim berjumlah sampai dua juta orang. “Pasukan siber disini termasuk buzzer, hacker juga influencer,” bebernya.

Pasukan siber ini, kata Fika, tugasnya melakukan propaganda komputasi dengan menggunakan berbagai strategi perpesanan saat berkomunikasi dengan pengguna secara daring. Di antaranya: menyebarkan propaganda pro-pemerintah atau pro-partai, menyerang oposisi atau melancarkan kampanye kotor, mengalihkan atau mengacaukan percakapan atau kritik dari masalah penting, menggerakkan perpecahan dan polarisasi. Tterakhir adalah menekan partisipasi melalui serangan atau pelecehan pribadi.

“Cina jelas telah menyiapkan sumberdaya manusia yang tidak main-main dalam menjaga ‘citranya’ di dunia digital,” tutur Fika.

Menurut Fika, belum diketahui berapa besaran dananya untuk membiayai pasukan siber itu. Namun, bisa dipastikan sangat besar mengingat secara kuantitas SDM mencapai dua juta orang. Dana ini belum termasuk investasi pada sektor teknologi hulunya. Ambisi Tiongkok ini tercermin dari visi digital BRI (OBOR) yang mencapai 4 triliun dolar untuk kabel optik bawah laut demi membidik 60% pasar global serat optik dunia.

Fika menilai, Cina merupakan negara pelopor yang berhasil menjadikan teknologi sebagai alat represi digital atau penindasan bagi rakyatnya bahkan termasuk Muslim Uighur.

“Tidak berhenti di situ, Cina memasarkan teknologi 5G-nya melalui gurita perusahaannya ke negara-negara berkembang, termasuk menginspirasi banyak rezim untuk menggunakan teknologi demi membungkam aktivis dan oposisi, termasuk aktivis Islam,” pungkas Fika.

 

0 Comments

Leave a Comment

five × three =

Login

Welcome! Login in to your account

Remember me Lost your password?

Lost Password