Sumbangsih Khilafah Bagi Nusantara

Most important, the Ottoman dynasty’s authority as caliph of the universal community of believers was recognized on a scale never equaled before or since, receiving formal expression in the Friday sermons of Muslim houses of worship from the Horn of Africa to Indonesia. (Giancarlo Casale dalam The Ottoman Age of Exploration [2010])

Nusantara menjadi sebutan yang populer untuk mengambarkan wilayah Indonesia saat ini. Kawasan ini berisi ribuan pulau yang dihubungkan dengan laut. Sejak berabad-abad silam telah menjadi jalur perdagangan internasional. Nusantara menjadi lokasi yang strategis. Memiliki akses yang mudah dijangkau dunia luar. Oleh karena itu wilayah ini mendapat banyak pengaruh dari peradaban sekitarnya.

Belanda, Portugis dan Inggris adalah contoh negara yang pernah singgah bertahun-tahun di Nusantara. Mereka menancapkan hegomoninya sehingga tercatat dalam tinta sejarah. Namun, kehadiran mereka menjadi petaka bagi masyarakat di kawasan ini. Alih-alih memberikan manfaat, kedatangan orang-orang Eropa ini justru menghancurkan tatanan kehidupan karena sikap serakah yang mereka tunjukan demi mengeksploitasi sumberdaya alam. Eksistensi mereka, meskipun buruk, banyak disebut dalam pembahasan seputar sejarah Indonesia.

Selain mereka, ada juga orang-orang Turki yang memberikan pengaruh bagi perkembangan kehidupan di Nusantara. Berbeda dengan bangsa Eropa penjajah, bangsa Turki hadir dalam kehidupan Nusantara dengan sumbangsihnya bagi masyarakat di sini. Sayang, meskipun memiliki pengaruh yang cukup signifikan, eksistensi orang Turki, yang ketika itu menjadi Kekhilafahan Islam, tidak banyak disebut dalam sejarah Indonesia.

Ambil contoh misalkan dalam buku Sejarah Nasional Indonesia, jejak Turki atau jejak Khilafah di Nusantara hanya ditulis dalam beberapa paragraf saja. Padahal buku yang menjadi rujukan mata pelajaran sejarah ini mengulas sejarah Indonesia secara panjang hingga setebal 6 jilid. Di sana pun hanya menyebutkan soal kisah bantuan armada perang Turki yang datang ke Selat Malaka abad ke-16.

Tulisan singkat ini akan menjabarkan sejumlah fakta sejarah tentang sumbangsih Turki Usmani kepada masyarakat di Nusantara dalam perjuangan melawan dominasi negara penjajah. Ikatan akidah Islamdan eksistensi politik sebagai Khilafah Islam telah mendorong mereka untuk peduli kepada masyarakat yang berada di daerah yang sangat jauh dari pusat pemerintahan di Istanbul ini. Sejumlah sumber yang dijadikan rujukan dan paling utama adalah buku Turki Utsmani-Indonesia: Relasi dan Korespondensi Berdasarkan Dokumen Turki Utsmani. Buku ini mempublikasikan banyak arsip Turki Usmani mengenai hubungan mereka dengan masyarakat di Nusantara.

 

Kisah Khilafah dalam Sejarah Indonesia

Sejarah Indonesia, dalam pengertian khusus, disusun oleh para sejarahwan Indonesia untuk mengonsepkan wawasan sejarah bagi masyarakat Indonesia. Pengonsepan ini dilakukan untuk mengganti pemahaman sejarah yang pada masa-masa sebelumnya terasa Belanda-sentris agar menjadi Indonesia-sentris.

Belanda-sentris atau sering disebut Nerlandocentris adalah proses penulisan sejarah yang sistematika penulisan, tujuan, dan gunanya untuk kepentingan Belanda. Dengan adanya penulisan baru diharapkan ada informasi sejarah yang akan memihak bangsa Indonesia. Meskipun dianggap membawa perubahan, namun tetap saja ada kesamaan dari yang sudah pernah ada, yakni sejarah ditulis dengan menihilkan peran Islam dan orang Islam dalam perjalaan sejarah Indonesia termasuk mengenai jejak khilafah di Nusantara.

Bisa dikatakan tidak ada pembahasan jejak Khilafah di Nusantara kecuali penyebutan kisah mengenai pengiriman armada perang oleh Turki Usmani ke Aceh guna menghadang kekuatan Portugis di Selat Melaka. Itu pun tidak dijelaskan dalam persfektif yang tepat bahwa Turki sejatinya adalah Khilafah yang membantu suatu kekuasaan di timur yang pada saat itu telah menyatakan ketundukannya sebagai bagian dari Kekhilafahan di Istanbul.

Memang betul buku Sejarah Nasional Indonesia mengisahkan secara singkat fakta sejarah tentang Turki di bawah kepemimpinan Sultan Salim II mengirim armada perang yang disertai tentara elit lengkap dengan para ahli pembuat senjata. Namun, selain itu tidak ada lagi kisah hubungan ‘Khilafah’ dengan Nusantara yang dijabarkan dalam buku yang dijadikan rujukan materi Sejarah Indonesia tersebut. Oleh karena itu tidak berlebihan jika muncul anggapan bahwa memang ada upaya mengubur dan mengabur sejarah Khilafah di Nusantara.

 

Perspektif Lain Sejarah Indonesia

Tantangan terberat dalam memahamkan sejarah adalah minat yang rendah masyarakat terhadap sejarah. Umumnya penjelasan tentang sejarah Indonesia ‘dicekoki’ saat di bangku sekolah. Itu pun dengan persepektif bermasalah seperti yang telah disampaikan. Padahal jika masyarakat berminat dan mau proaktif mencari pembanding informasi maka akan bisa didapatkan. Sudah banyak sejarahwan belakangan yang menguak banyak jejak khilafah di Nusantara.

Giancarlo Casale, seorang sejarahwan dari Eropa, misalkan, telah membahas secara detil kehadiran Turki Usmani di Selat Melaka pada abad 16. Dalam bukunya The Ottoman Age of Exploration, ia menjelaskan tujuan Turki Usmani yang ketika itu telah menjadi Kekhilafahan Islam untuk menguatkan pengaruhnya ke arah Samudera Hindia, termasuk Nusantara. Ada motivasi relijius dan politik di balik tujuan tersebut. Berkat kedatangan bantuan dari Turki, Kesultanan Aceh akhirnya berhasil mengusir secara telak kekuatan Portugis yang telah bertahun-tahun menguasai Melaka.

Keberhasilan Turki ini tidak telepas dari pengakuan bangsa lain bahwa Turki adalah Khilafah Islam yang berhak memimpin dan mampu membebaskan mereka dari kelaliman orang-orang Eropa. Casale menegaskan masyarakat di sekitar Samudera Hindia dari Tanduk Afrika hingga Nusantara (Indonesia) memberikan pengakuan yang serius terhadap posisi Turki sebagai Khilafah Islam. Namanya disebut-sebut dalam khutbah Jumat oleh umat Islam di kawasan tersebut.

Fakta-fakta baru tentang Jejak Khilafah di Nusantara semakin menguak ke permukaan setelah banyak arsip Kekhilafahan Turki Usmani yang dipublish ke umum. Di antara hal itu adalah pada 2017 penerbit Hitay dari Istanbul mempublikasi sebuah buku yang berisi kumpulan arsip yang dimaksud. Alhasil, menjadi semakin tergambar relasi Turki dengan Indonesia dan seberapa besar pengaruh Kekhilafahan ini di Nusantara.

Banyak arsip menyebutkan tentang pamor Turki yang mentereng bagi orang Indonesia serta kedudukannya sebagai Khilafah yang diharapkan hadir di Nusantara untuk melawan para penjajah. Misalkan arsip BOA, HR.TO, 390/87 menyebutkn soal petisi yang berisi permohonan bantuan orang-orang di Nusantara kepada Khalifah untuk menghadapi penjajahan. Permohoanan tersebut berbunyi:

 

Kami membawa petisi mewakili orang Aceh-Jawa, yang telah berjuang melawan pasukan Belanda selama 14 tahun, dan berkeinginan untuk mendapat tempat berlindung di Kekhalifahan. Kami telah berperang dan mengorbankan nyawa serta hartanya melawan para musuh yang telah berusaha menginvansi negara mereka namun tidak berhasil karena bantuan Allah. Sayangnya, karena kami jauh dari negara maju, kami tidak mendapatkan perlindungan. Oleh karena itu, kami merasa putus asa dan memutuskan untuk mencari perlindungan di salah satu negara maju. Akan tetapi, jarak di antara kami membuat hal ini mustahil. Dengan segala rasa putus asa, kami mendengar bahwa Kekaisaran Turki Usmani memiliki wazir di Mekkah dan karena kami telah terikat dengan Kekhalifahan dengan agama, maka kami sangat ingin mencari perlindungan di Kekhalifahan dibandingkan tinggal negara lainnya. Kami mengirim petisi ini untuk diserahkan kepada Pemerintahan Turki Usmani melalui beberapa utusan kami, yang pergi ke Mekkah untuk melaksanakan haji. Kami ingin memberitahukan Sultan Usmani tentang kondisi kami ini. Sehingga kami menunggu bantuan Sultan untuk membantu pasukan kami memertahankan kerajaan ini hingga titik penghabisan. Kami menulis petisi ini karena kami tahu bahwa kekaisaran Turki Utsmani tidak akan membiarkan negara-negara Muslim terpada untuk diserang.

 

Bagi orang-orang di Nusantara, Kekhilafahan Turki Usmani memiliki reputasi yag berkebalikan dengan bangsa Belanda yang menjajah. Sejauh pembacaan sejarah Indonesia, memang Turki tidak pernah memiliki kebijakan untuk menjajah, ataupun mengeksploitas Indonesia sebagaimana Belanda. Justru Turki mendorong agar saudara mereka di Nusantara dapat terbebas dari penderitaan akibat dijajah bangsa lain. Tidak ada persepsi negatif terhadap Turki. Justru yang ada adalah pengagungan dan harapan agar Turki bisa membantu mereka untuk melawan penjajah.

Memasuki abad ke-20, tidak ada bantuan militer lagi sebagaimana sebelumnya. Meski begitu, nasib kaum rakyat di Nusantara yang sedang terjajah tetap mendapat perhatian Turki. Usaha-usaha diplomatik dilakukan oleh Turki untuk tujuan tersebut seperti membangun kantor konsulat di Batavia dan Singapura. Tidak hanya itu. Turki bahkan berusaha mengintervensi Inggris agar mau menekan Belanda untuk menghentikan penjajahan di Nusantara. Tentang yang terakhir ini terekam dalam arsip BOA, Y.MTV, 263/63. berupa surat diplomasi antara Turki dan Inggris.

Surat bertanggal 3 Agustus 1904 tersebut dikirim oleh Konsulat Jenderal Turki di London ke sekretaris pribadi Khalifah. Dalam surat dinyatakan bahwa Khalifah meminta kepada Inggris agar memberi anjuran kepada Belanda untuk menghentikan kelalimannya di Nusantara. Turki sangat paham Belanda telah bertindak semena-mena dan brutal terhadap umat Islam di Jawa. Namun, Inggris dengan penuh rasa penyesalan tidak memenuhi permintaan terebut karena tidak jelasnya hak otoritas Inggris untuk campur tangan dalam hal ini.

Jelas, Turki peduli dengan kondisi di Nusantara. Turki juga masih memiliki kharisma yang kuat di mata negara Eropa seperti Inggris dan Belanda hingga memanfaatkan posisi diplomatiknya untuk membantu saudara-saudara mereka. Turki juga memliki reputasi yang baik dalam pandangan umat Islam di Nusantara.

Jejak Khilfah di Nusantara adalah soal kisah kepedulian umat Islam di Timur Tengah kepada saudaranya yang ada di Nusantara dalam hal dakwah, solidaritas ukhuwah Islamiyah, dan perjuangan militer serta diplomatik. Jejak-jejak yang sampai saat ini masih terkubur dan terkaburkan dalam Sejarah Indonesia. [Septian A.W.]

 

Rujukan:

Bruinessen, Martin van. “Muslim of the Dutch East Indies and The Caliphate Question”, dalam Studia Islamika, Vol 2, No. 3, 1995, hlm. 115-140.

Casale, Giancarlo. The Ottoman Age of Exploration. New York: Oxford University Press, 2010.

Poesponegoro, Marwati Djoened (ed.). Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1990.

Reid, Anthony. “Sixteenth Century Turkish Influence in Western Indonesia”, dalam JSTOR, Vol. 10, No.3, 1969, hlm. 395-414.

Ricklefs, M. C.. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: Serambi, 2008.

Terzi, Mehmet Akif (ed.). Turki Utsmani-Indonesia: Relasi dan Korespondensi Berdasarkan Dokumen Turki Utsmani. Istanbul: Hitay, 2017.

.

 

0 Comments

Leave a Comment

1 + three =

Login

Welcome! Login in to your account

Remember me Lost your password?

Lost Password